Sabtu, 06 Oktober 2012

KONFLIK ANTAR WARGA DI KABUPATEN BIMA KEMBALI BERGEJOLAK; Kapan harus Berhenti???


by Andi Admiral


Kasus konflik antar warga di Kabupaten Bima, Provinsi NTB hingga saat ini menunjukkan peningkatan, baik secara kuantitas maupun kualitas. Secara kuantitas, kasus konflik antar warga di Kab. Bima sejak Agustus s/d awal Oktober 2012 terjadi sebanyak 3 kasus (Agustus 1 kasus, September 1 kasus, dan Oktober 2 kasus) dan kasus tersebut cenderung berulang. Sedangkan secara kuantitas, pada umumnya menimbulkan kerugian material maupun korban jiwa. Diantara kasus paling menonjol dan faktual saat ini, yakni konflik antar warga Dusun Godo, Desa Dadibou dengan warga Desa Samili, Kec. Woha, serta antar warga Desa Roi Kec. Palibelo dengan warga Desa Roka Kec. Belo. Penanganan konflik antar warga tersebut hingga saat ini terus dilakukan, baik oleh aparat kepolisian, Pemkab Bima, maupun Pemprov NTB.

Konflik antar warga Dusun Godo, Desa Dadibou dengan warga Desa Samili, Kec. Woha yang terjadi pada 2 Oktober 2012, pukul 13.20 Wita, sekitar 600 warga Desa Samili dan dibantu warga Desa Kalampa (desa tetangga), Kec. Woha, melakukan penyerangan ke Dusun Godo, serta melakukan pembakaran dan pengrusakan rumah milik warga yang mengakibatkan sebanyak 86 unit rumah warga Dusun Godo rusak berat dan terbakar. Konflik tersebut berawal dari aksi amuk massa/penyerangan terhadap seorang warga di RT 14/RW 42, Dusun Godo, Desa Dadibou, Kec. Woha, bernama Burhan M. Saleh (42 tahun/asal Desa Samili yang tinggal dan beristrikan dengan warga Dusun Godo) oleh masyarakat sekitar, dikarenakan korban dituduh sebagai dukun santet, sehingga korban meninggal dunia akibat terkena bacokan di hampir seluruh tubuh. Sementara aparat kepolisian yang berjumlah sekitar 250 orang, dibantu aparat TNI yang melakukan pengamanan di lokasi kejadian (TKP) tidak mampu menghalang-halangi kemarahan massa yang berujung pada pembakaran rumah, sementara mobil pemadam kebakaran juga tidak bisa masuk ke lokasi karena dihadang massa. Sebelumnya, sekitar pukul 07.00 Wita, sekitar 100 orang warga Desa Dadibou melakukan aksi blokir jalan lintas Bima - Sumbawa oleh masyarakat Desa Dadibou, Kec. Woha, Kab. Bima sebagai bentuk antisipasi terhadap adanya serangan dari warga Desa Samili, Kec. Woha Kab. Bima, karena korban yang dituduh dukun santet adalah merupakan warga Desa Samili yang beristrikan orang Dusun Godo, Desa Dadibou, namun pemblokiran jalan tersebut berhasil dibuka oleh aparat kepolisian karena mengganggu lalulintas kendaraan.

Konflik warga Dusun Godo Desa Dadibou dengan Desa Samili saat ini masih berlanjut. Pada 3 Oktober 2012 pukul 07.00 Wita, sekitar 200 masyarakat  Desa Dadibou yang sebagian besar korban dari pembakaran rumah oleh massa Desa Samili dan Desa Kalampa kembali melakukan blokir Jalan Negara Lintas Bima-Sumbawa bagian barat dan bagian timur dengan menggunakan batang pohon kayu, bebatuan dan puing-puing dari sisa kebakaran. Sementara aparat kepolisian sebanyak 2 pleton (1 peleton dari Dalmas Polres Bima dan 1 peleton Brimob Kompi 4 Bima) yang berjaga sejak kejadian pembakaran, diusir oleh warga Desa Dadibou dan warga menolak adanya aparat keamanan terutama dari kepolisian yang desa mereka. Sikap warga Desa Dadibou tersebut merupakan bentuk kekecewaan terhadap aparat kepolisian yang dinilai lamban melakukan pencegahan dan tindakan preventif. Warga Desa Dadibou juga menuntut agar pelaku pembakaran segera ditangkap dan diproses secara hukum.  

Konflik antar warga juga terjadi pada 1 Oktober 2012, pukul 11.00 Wita, di Areal Persawahan Desa Roi, Kec. Palibelo, Kab. Bima, sekitar 100 warga dari Desa Roi melakukan penyerangan terhadap terhadap Warga Desa Roka Kec. Belo, Kab. Bima yang berjumlah sekitar 50 orang. Akibat bentrokan tersebut, dua warga Desa Roi, yakni Iwan (18 tahun) terkena panah di bagian muka dan Irwan alias Dae Lili terkena tembak Senpi Rakitan pada bagian dada yang mengakibatkan meninggal dunia di perjalanan saat dilarikan ke RSUD Bima. Konflik ini dipicu oleh perkelahian pemuda saat mengikuti hiburan malam (organ tunggal) pada 29 September 2012 di Desa Roi, Kec. Palibelo, namun konflik tersebut terus berlanjut yang terprovokasi akibat pembakaran gubuk milik warga Desa Roi yang diduga pelakunya adalah warga Desa Roka. Sebelumnya, pada 12 Agustus 2012, sekitar 30 orang yang mengatasnamakan warga Dusun Nggaro, Kec. Monta, Kab. Bima, juga melakukan aksi anarkis pengrusakan dan pembakaran rumah Kandar (Warga Desa Tolo Uwi Kec. Monta, Kab. Bima), namun kasus tersebut dapat dicegah oleh aparat Polsek Monta sehingga tidak meluas menjadi bentrokan antar warga.

Untuk meredusir meluasnya konflik tersebut, Pemkab Bima dan Pemprov NTB, bersama dengan aparat kepolisian terus melakukan upaya perdamaian. Pada 3 Oktober 2012, bertempat di lokasi kebakaran di Dusun Godo, Desa Dadibou, dilakukan pertemuan sekitar 100 orang masyarakat Desa Dadibou dengan Gubernur NTB, TGH. M. Zainul Majdi yang didampingi oleh Brigjen Pol. M Irawan (Kapolda NTB), H Ferry Zulkarnain, ST (Bupati Bima), H Syafruddin (Wakil Bupati Bima), AKBP Dede Alamsyah (Kapolres Bima), Letkol Tony Ferry W (Dandim 1608 Bima), dan AKBP Kumbul (Kapolresta Bima). Dalam pertemuan tersebut, warga Desa Dadibou meminta Pemprov NTB dan Pemkab Bima agar membangun kembali rumah masyarakat yang dibakar oleh massa, serta menuntut aparat kepolisian segera menangkap pelaku pembakaran, selian itu warga juga meminta jaminan keamanan. Menanggapi tuntutan tersebut, Gubernur NTB mengatakan bahwa Pemprov NTB akan melakukan relokasi dan pembangunan kembali rumah warga korban dari pembakaran dan meminta warga agar sama-sama menjaga keamanan. Sementara itu, Kapolda NTB meminta warga agar tidak terpancing dengan isu-isu yang sengaja memprovokasi situasi dan aparat siap menjamin keamanan warga Desa Dadibou. Bupati Bima juga siap membantu korban dan persoalan hukum akan dilimpahkan pada aparat hukum. Setelah melakukan pertemuan, Gubernur dan Kapolda NTB meninjau lokasi rumah masyarakat yang dibakar.

Maraknya konflik antar warga di Kab. Bima juga direspon salah seorang anggota DPRD Kab. Bima, Wahyudin yang mengaku prihatin dan menyesalkan sikap warga yang mengedepankan emosional dalam penyelesaian masalah. Padahal kasus pembunuhan Burhan M Saleh (Korban yang diduga dukun santet)  sedang ditangani aparat kepolisian. Wahyudin juga menyesalkan lambannya antisipasi aparat kepolisian yang dinilai kurang sigap mencegah  penyerangan dan pembakaran rumah warga tersebut. Masyarakat dihimbau agar mempercayakan penanganan kasus pembunuhan dan pembakaran rumah tersebut kepada aparat kepolisian, tanpa “main hakim sendiri”.

Konflik antara warga Desa Dadibou dan warga Desa Samili murni dipicu oleh terbunuhnya warga Desa Samili atas nama Burhan M. Saleh yang diduga sebagai dukun santet. Demikian pula dengan konflik antara warga Desa Roi Kec. Palibelo dengan Desa Roka Kec. Belo yang dipicu oleh perkelahian pemuda saat hiburan malam. Hingga saat ini belum terindentifikasi adanya nuansa politik atau keterlibatan pihak-pihak lain dalam konflik tersebut. Terkait dengan tuntutan warga Desa Dadibou (korban pembakaran) perlu mendapat perhatian serius bagi Pemprov NTB maupun Pemkab Bima, serta aparat kepolisian untuk memproses secara hukum pihak-pihak yang melakukan tindak kriminal. Jika tuntutan warga tersebut tidak terpenuhi dan proses hukum tidak berjalan cepat, dikhawatirkan akan kembali memicu bentrokan susulan, karena warga Desa Dadibou hingga saat ini belum dapat menerima insiden penyerangan dan pembakaran tersebut.

Maraknya kasus konflik antar warga di wilayah Kab. Bima sejak tiga bulan terakhir yang ditandai dengan tindakan anarkis dan menimbulkan korban jiwa, menunjukkan menurunnya nilai-nilai kebangsaan dan kesadaran hukum yang ditandai dengan meningkatknya ketegangan-ketegangan dalam relasi sosial-kemasyarakatan, sehingga hal ini perlu mendapat perhatian dari pemerintah daerah setempat maupun instansi terkait. Lemahnya kesadaran hukum dan diperparah dengan munculnya ketidakpercayaan masyarakat terhadap aparat keamanan dalam melakukan proses hukum terhadap setiap konflik yang terjadi, maupun melemahnya nilai-nilai kebangsaan dalam relasi sosial-kemasyarakatan, dikhawatirkan akan menumbuh-suburkan konflik antar warga di Kab. Bima, serta mendorong masyarakat melakukan tindakan-tindakan main hakim sendiri.
Wallahu’alam bissawab...

URGENSI TOLERANSI DI TENGAH MEREBAKNYA ANCAMAN ISU SARA

Pada 16 November, masyarakat dunia memperingatinya sebagai hari toleransi internasional . M ereka berbondong-bondong menyuarakan toler...