NOTULENSI
DIALOG KEBANGSAAN DI KAB. BIMA
“Upaya Membangun Partisipasi Pemuda dan Mahasiswa dalam Mewujudkan Semangat
Bela Negara di NTB”
Drs. Syech Faturrahman, MH dengan sub
tema “Konstribusi Tokoh Agama dalam
membentuk mental Pemuda yang bermoral dan bermartabat upaya mewujudkan
kondusifitas keamanan di NTB”, menyatakan
bahwa berbicara tentang kontribusi agama tidak semudah apa yang kita pikirkan, selain
itu juga kontribusi agama sama halnya seperti Agama versus Negara. Ketika
terbetuknya bangsa Indonesia banyak tawaran, apakah Indonesia sebagai Negara
sosialis, prulalisme atau Islam, tetapi perdebatan panjang tidak menghasilkan
satu kesekepakatan, sehingga Sukarno memberikan tawaran bahwa Indonesia sebagai
Negara Pancasila yang merangkul berbagai ideologis di dalamnya. Pancasila bukan
sebagai ideologi bangsa, tetapi sebagai dasar bangsa, didalamnya banyak
idiologi yaitu sosialis, kapitalis, prulalisme dan Islam. Pada satu sisi Negara
menggalakkan pendidikan bagi pemuda, namun pada sisi lain tidak mampu
menciptakan lapangan kerja bagi jutaan pengangguran terdidik. Negara pada satu
sisi mengkampanyekan untuk mencintai produk dalam negeri, namun bangsa ini
tidak kunjung jadi Negara industri. Terlepas dari konsep Bela Negara, ancaman
paling utama adalah krisis integritas di level individu dan krisis keadilan
masyarakat.
Drs.Syafruddin (Kepala
Kesbangpolinmas Kabupaten Bima) dengan sub tema “Pemuda dan Pancasila : Strategi mempertahankan Nilai –
Nilai Pancasila dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI”,
menyatakan
antara lain, dalam mepertahankan bangsa Indonesia sangat
dibutuhkan peran pemuda dan mahasiswa sebagai agen pembawa perubahan dan agen social.
Selain itu, pemuda juga harus menjdi tameng dalam serangan bahaya dari luar. Jika
dilihat dari sejarah, bagaimana runtuhnya Orde Baru, pemuda dan mahsiswa
bersatu dan melakukan demonstrasi besar-besaran sebagai bentuk penolakan dan
permintaan untuk menyudahi kepemimpiina Soeharto yang telah berkuasa selama 32
tahun. Karena itu, semangat pemuda dalam merapatkan barisan dan integritasnya
diharapkan mampu mempertahan Negara dari segala pengaruh dan ancaman dari luar.
Dengan merealisasikan semangat 4 pilar kebangsaan, bangsa ini akan mampu
berdiri kokoh.
Farid Syahputra, S.Sos dalam paparannya berjudul “Strategi KNPI dalam Mewujudkan Spirit Perjuangan Pemuda
menuju Indonesia yang bermartabat”,
menyatakan antara lain, pemuda harus mampu bangkit dari ketepurakan dan pemuda
merupakan tongkat estafet dalam perkembangan Negara. Organisasi kepemudaan KNPI
yang tidak menunjukkan kontribusi bagi bangsa dan daerah. Keberadaan KNPI
mestinya dapat memberikan kontribusi atas berbagai persoalan yang menimpa
bangsa ini. Dalam konteks Bima, KNPI harus bisa mengambil bagian untuk membantu
menyelesaikan persoalan daerah, termasuk konflik yang kerap terjadi dan tidak
hanya menghabiskan anggaran APBD. Jika dilihat dari sudut pandang KNPI
sebagai payung berkumpulnya kelompok pemuda, belum memberikan kontribusi nyata
atas persoalan yang dihadapi bangsa ini. KNPI sebagai payung organisasi
kepemudaan perlu mengasah kembali taringnya agar intelektualitasnya dapat
memberi kontribusi nyata. Apalagi, pemudalah yang menjadi ujung tombak dalam
perubahan berbangsa dan bernegara.
Syarif Ahmad, SE, M.Si dalam
paparannya berjudul “Euforia Demokrasi dan Anarkisme Gerakan Massa” menyatakan
antara lain, dalam
konteks demokrasi, ada kekeliruan dalam cara pandang di Indonesia. Meski
demokrasi sesungguhnya memiliki cacat bawaan, yakni munculnya tirani mayoritas.
Konflik etnis dengan symbol agama pasca-rezim Soeharto 1998 dinilai sebagai
fase transisi dan euforia demokrasi. Berbagai konflik yang terjadi, termasuk di
Bima tidak bisa dilihat berdiri sendiri. Namun, peristiwa-peristiwa
itu didorong oleh berbagai motif kekuasaan dengan menggunakan kekerasan dan
kepentingan ekonomi. Untuk menghindari konflik dan anarkisme, Negara harus
mampu menyusun dan memodifikasi proses demokrasi dengan berbagai
macam elemen nilai lokal. Kebiasaan Negara mengimpor nilai yang tidak ditopang
oleh proses filterisasi sebagai respons atas universalisme demokrasi.
Dalam sesi tanya jawab,
beberapa pertanyaan menonjol antara lain, Yulianingsih
(Kohati HMI Cabang Bima) mempertanyakan konsep perbedaan Pancasila sebagai bentuk dasar Negara
atau ideologi Indonesia?. Subhan (Mahasiswa STKIP Bima) mempertannykan
upaya pemuda dalam membangun dan mewujudkan semangat bela negara? Azam
(perwakilan HTI Bima) menanyakan bagaimana konsep negara diimbangi dengan
konsep agama? Adakah konsep yang ditawarkan pemuda untuk mereformulasi semangat
pemuda dan kalaupun benara Pancasila sebagai ideologi, lalu bagaimana
penjelasannya? Sementara M. Irgan (Guru SMKN 02 Kota Bima) menanyakan strategi
dan cara efektif penanganan konflik yang marak terjadi di wilayah Bima?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Diskurus Perjuangan....