Kamis, 27 Desember 2012

Upaya Membangun Partisipasi Pemuda dan Mahasiswa dalam Mewujudkan Semangat Bela Negara di NTB



NOTULENSI
DIALOG KEBANGSAAN DI KAB. BIMA
Upaya Membangun Partisipasi Pemuda dan Mahasiswa dalam Mewujudkan Semangat Bela Negara di NTB”

 
LSM Pusat Studi Konflik Agama dan Budaya (PUSKAB) NTB, telah menyelenggarakan Dialog Kebangsaan pada 26 Desember 2012 pukul 08.00 s/d 12.45 Wita, di Aula SMKN 3 Kota Bima, dengan tema “Upaya Membangun Partisipasi Pemuda dan Mahasiswa dalam Mewujudkan Semangat Bela Negara di NTB”. Kegiatan tersebut dihadiri sekitar 225 orang, dengan melibatkan 4 (empat) Narasumber, yakni Drs. Syech Faturrahman, MH (Akademisi), Sarif Ahmad, SE.M.Si (Pengamat Politik), Farid Syahputra,S.Sos (Aktivis/PB HMI), dan Drs. Syafruddin (Kepala Bakesbangpoldagri NTB). Kegiatan ini bertujuan untuk memperkokoh semangat dan menjujung tinggi Nilai Pancasila dan UUD 1945 sebagai pondasi dalam kerangka berbangsa dan bernegara. Sedangkan target kegiatan yakni menumbuhkan semangat nasionalisme dan bela negara di kalangan pemuda dan mahasiswa. Kegiatan tersebut dibuka oleh Kepala Bakesbangpoldagari Kabupaten Bima, Drs. Syafruddin yang mewakili Bupati Bima, dalam sambutannya mengatakan, terjadinya disintegrasi bangsa disebabkan pemuda dan mahasiswa kurang aktif memberikan solusi atas permasalahan. Kontribusi pemuda dalam memberikan solusi dan ide dalam merespons persoalan sangat dibutuhkan, termasuk dalam menjaga kondusifitas daerah, baik di Bima maupun NTB. Satu diantara bentuk disintegrasi itu, munculnya konflik yang kerap terjadi belakangan ini, termasuk di wilayah Bima. Untuk itu, mengajak seluruh elemen agar tidak mudah terpancing atau terprovokasi dengan isu yang belum jelas kebenarannya. Suatu negara akan semakin kuat pertahanannya, bila saja bangsa tersebut bersatu-padu memperjuangkan negara dalam melindungi dan membela hak-hak yang dimiliki, tidak terkecuali partisipasi elemen pemuda dan mahasiswa yang selalu berada di garda terdepan dalam setiap momentum sejarah kebangsaan Indonesia. Sementara Direktur PUSKAB NTB, Muhammad Tahir Irhas, S.Ag, M.Pd, dalam sambutannya juga mengatakan kewajiban Bela Negara dengan menciptakan kondusivitas wilayah, tidak hanya menjadi tugas kepolisian dan tentara, namun kewajiban semua warga Negara. Untuk itu, mengajak semua pihak untuk bersama menjaga agar disintegrasi tidak terjadi di tengah masyarakat.

Drs. Syech Faturrahman, MH dengan sub temaKonstribusi Tokoh Agama dalam membentuk mental Pemuda yang bermoral dan bermartabat upaya mewujudkan kondusifitas keamanan di NTB”, menyatakan bahwa berbicara tentang kontribusi agama tidak semudah apa yang kita pikirkan, selain itu juga kontribusi agama sama halnya seperti Agama versus Negara. Ketika terbetuknya bangsa Indonesia banyak tawaran, apakah Indonesia sebagai Negara sosialis, prulalisme atau Islam, tetapi perdebatan panjang tidak menghasilkan satu kesekepakatan, sehingga Sukarno memberikan tawaran bahwa Indonesia sebagai Negara Pancasila yang merangkul berbagai ideologis di dalamnya. Pancasila bukan sebagai ideologi bangsa, tetapi sebagai dasar bangsa, didalamnya banyak idiologi yaitu sosialis, kapitalis, prulalisme dan Islam. Pada satu sisi Negara menggalakkan pendidikan bagi pemuda, namun pada sisi lain tidak mampu menciptakan lapangan kerja bagi jutaan pengangguran terdidik. Negara pada satu sisi mengkampanyekan untuk mencintai produk dalam negeri, namun bangsa ini tidak kunjung jadi Negara industri. Terlepas dari konsep Bela Negara, ancaman paling utama adalah krisis integritas di level individu dan krisis keadilan masyarakat.

Drs.Syafruddin (Kepala Kesbangpolinmas Kabupaten Bima) dengan sub tema Pemuda dan Pancasila : Strategi mempertahankan Nilai – Nilai Pancasila dalam menjaga persatuan dan kesatuan dalam bingkai NKRI”, menyatakan antara lain, dalam mepertahankan bangsa Indonesia sangat dibutuhkan peran pemuda dan mahasiswa sebagai agen pembawa perubahan dan agen social. Selain itu, pemuda juga harus menjdi tameng dalam serangan bahaya dari luar. Jika dilihat dari sejarah, bagaimana runtuhnya Orde Baru, pemuda dan mahsiswa bersatu dan melakukan demonstrasi besar-besaran sebagai bentuk penolakan dan permintaan untuk menyudahi kepemimpiina Soeharto yang telah berkuasa selama 32 tahun. Karena itu, semangat pemuda dalam merapatkan barisan dan integritasnya diharapkan mampu mempertahan Negara dari segala pengaruh dan ancaman dari luar. Dengan merealisasikan semangat 4 pilar kebangsaan, bangsa ini akan mampu berdiri kokoh.

Farid Syahputra, S.Sos dalam paparannya berjudul Strategi KNPI dalam Mewujudkan Spirit Perjuangan Pemuda menuju Indonesia yang bermartabat”, menyatakan antara lain, pemuda harus mampu bangkit dari ketepurakan dan pemuda merupakan tongkat estafet dalam perkembangan Negara. Organisasi kepemudaan KNPI yang tidak menunjukkan kontribusi bagi bangsa dan daerah. Keberadaan KNPI mestinya dapat memberikan kontribusi atas berbagai persoalan yang menimpa bangsa ini. Dalam konteks Bima, KNPI harus bisa mengambil bagian untuk membantu menyelesaikan persoalan daerah, termasuk konflik yang kerap terjadi dan tidak hanya menghabiskan anggaran APBD.  Jika dilihat dari sudut pandang KNPI sebagai payung berkumpulnya kelompok pemuda, belum memberikan kontribusi nyata atas persoalan yang dihadapi bangsa ini. KNPI sebagai payung organisasi kepemudaan perlu mengasah kembali taringnya agar intelektualitasnya dapat memberi kontribusi nyata. Apalagi, pemudalah yang menjadi ujung tombak dalam perubahan berbangsa dan bernegara.

Syarif Ahmad, SE, M.Si dalam paparannya berjudul “Euforia Demokrasi dan Anarkisme Gerakan Massa” menyatakan antara lain, dalam konteks demokrasi, ada kekeliruan dalam cara pandang di Indonesia. Meski demokrasi sesungguhnya memiliki cacat bawaan, yakni munculnya tirani mayoritas. Konflik etnis dengan symbol agama pasca-rezim Soeharto 1998 dinilai sebagai fase transisi dan euforia demokrasi. Berbagai konflik yang terjadi, termasuk di Bima tidak bisa dilihat berdiri sendiri. Namun, peristiwa-peristiwa itu didorong oleh berbagai motif kekuasaan dengan menggunakan kekerasan dan kepentingan ekonomi. Untuk menghindari konflik dan anarkisme, Negara harus mampu menyusun dan memodifikasi proses demokrasi dengan berbagai macam elemen nilai lokal. Kebiasaan Negara mengimpor nilai yang tidak ditopang oleh proses filterisasi sebagai respons atas universalisme demokrasi.

Dalam sesi tanya jawab, beberapa pertanyaan menonjol antara lain, Yulianingsih (Kohati HMI Cabang Bima) mempertanyakan konsep perbedaan Pancasila sebagai bentuk dasar Negara atau ideologi Indonesia?. Subhan (Mahasiswa STKIP Bima) mempertannykan upaya pemuda dalam membangun dan mewujudkan semangat bela negara? Azam (perwakilan HTI Bima) menanyakan bagaimana konsep negara diimbangi dengan konsep agama? Adakah konsep yang ditawarkan pemuda untuk mereformulasi semangat pemuda dan kalaupun benara Pancasila sebagai ideologi, lalu bagaimana penjelasannya? Sementara M. Irgan (Guru SMKN 02 Kota Bima) menanyakan strategi dan cara efektif penanganan konflik yang marak terjadi di wilayah Bima?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diskurus Perjuangan....

URGENSI TOLERANSI DI TENGAH MEREBAKNYA ANCAMAN ISU SARA

Pada 16 November, masyarakat dunia memperingatinya sebagai hari toleransi internasional . M ereka berbondong-bondong menyuarakan toler...