Rabu, 18 September 2013

PREDIKSI PETAHANA PEMILUKADA LOMBOK BARAT



Andi Admiral (Pemerhati Masalah Sosial Politik)

Pemilihan umum Bupati dan Wakil Bupati Lombok Barat (Lobar) periode 2013-2018 akan berlangsung pada 23 September 2013, diikuti 4 (empat) pasang calon sesuai nomor urut, yakni No. Urut I Pasangan Dr. H Zaeny Arony, M.Pd dan Fauzan Khalid, S.Ag, M.SI (AZAN), Nomor Urut 2 Pasangan Zahrul Maliki dan H Irwan (ZAHIR), No. Urut 3 Pasangan Dr. H Mahrip, MM dan Drs. TGH Munajib Khalid (MAJU) dan No. Urut 4 pasangan Drs. H Ridwan Hidayat dan Syaiful Akhyar, SE (RISA).
Saat ini tahapan Pemilukada Lobar tengah memasuki masa kampanye yang dimulai sejak 6 s/d 19 September 2013. Bahkan keempat pasangan tersebut, telah menyampaikan visi dan misinya dihadapan para wakil rayat Kab Lobar pada 6 September 2013 dan debat kandidat pada 7 September 2013. Jika menghitung masa kampanye hingga Hari Pemungutan Suara pada 23 September 2013, maka keempat pasangan calon tersebut hanya membutuhkan masa 2 minggu untuk memaksimalkan strateginya dalam rangka menarik dukungan dan simpatik masyarak Lobar, agar mendapat mandat rakyat untuk memimpin Kab Lobar. Oleh karena itu, cukup menarik untuk mengkaji dan menganalisa, serta memprediksi peta kekuatan dan kerawanan keempat pasangan calon tersebut.

Petahana Pasangan Calon
Jika mengacu hasil Pemilu 2009, sebagai prasyarat Parpol untuk mengusung pasangan calon dalam Pemilukada, tentu menarik untuk mencermati prosentase perolehan suara Parpol. Meskipun hasil perolehan suara Pemilu 2009 bagi Parpol pengusung tidak berkorelasi langsung dengan konstituennya dalam menentukan hak pilihannya saat pemungutan suara Pemilukada Lobar. Hal ini dibuktikan dengan pengalaman dalam beberapa momentum Pemilukada, seperti Pemilukada Kab Lombok Timur dan Pemilukada DKI Jakarta, yang menunjukkan kemenangan pasangan calon lebih disebabkan pada kekuatan dan elektabilitas figur. Meskipun demikian, peta kekuatan perolehan suara Parpol pengusung dapat menjadi salah satu media perbandingan untuk menakar, menganalisis, dan mempredikisi kekuatan masing-masing pasangan calon.
Pasangan Nomor Urut 1 AZAN yang diusung 6 Parpol, yakni Partai Hanura (4 kursi), Partai Demokrat (4 kursi dengan 21.671 suara sah atau 8 persen), PDIP (3 kursi dengan 10,948 suara sah atau 4 persen), PAN (1 kursi dengan suara sah 10.427 atau 3,9 persen), PDK (2 kursi dengan suara sah 7.777 atau 2,9 persen), dan Golkar (5 kursi dengan suara sah 25.140 suara atau 9,3 persen) dengan total persentase dukungan pasangan AZAN sebanyak 42,22 persen. Sementara pasangan Nomor Urut 2 ZAHIR yang diusung 9 Parpol non Parlemen, yakni PPPI (suarah sah 10.704 suara, 2 kursi dengan persentase 4.0 persen), PPN (suara sah 8,665 suara, 2 kursi dengan persentase 3.2 persen), PKPB (suara sah 8,772, 1 (satu) kursi, persentase 3.2 persen), PKB (suara sah 5,837 suara, tidak mendapatkan kursi, persentase 2.2 persen), PSI (suarah sah 5.181, tidak memperoleh kursi, persentase 1.9 persen), Partai Kedaulatan (suarah sah 1,399, tidak ada kursi, persentase 0.5 persen), PIS (suara sah 2,132, tidak memperoleh kursi, persentase 0.8 persen), PNIM (suara sah 644 suara, tidak memperoleh kursi, persentase 0.2 persen) dan PPI (suara sah 5,144, tidak memperoleh kursi, persentase 1.9 persen), hanya mendapat total dukungan sebanyak 16,03 persen.
Pasangan No. Urut 3 MAJU yang diusung oleh 4 (Empat) Parpol, yakni PKS (suara sah 14.815 dengan 4 kursi atau 5.5 persen), Gerindra (suara sah 7,212 dengan 1 kursi atau 2.7 persen), Partai Patriot (suara sah 7,276 dengan 2 kursi atau 2.7 persen) dan PBB (Suara sah 14,155, dengan 4 kursi atau 5.2 persen, dengan total persentase dukungan sebanyak 24,44 persen. Sementara No. Urut 4 RISA yang diusung 5 Parpol, yakni PPP (suara sah 21,004 dengan 4 kursi atau 7.8 persen), PKNU (suara sah 5, 267 dengan 1 kursi atau 1.9 persen), PKPI (suara sah 5.606 dengan 1 kursi atau 2.1 persen), PKBIB (suara sah 4.501 dengan 1 kursi atau 1,7 persen) dan PBR (suara sah 9.534 dengan 3 kursi atau 3.5 persen), dengan total presentase dukungan suara sebanyak 15,56 persen.
Jika mengacu pada peta kekuatan Parpol pengusung masing-masing pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Lobar, maka terdapat 2 pasangan calon incumbent yang akan bersaing ketat dalam perebutan suara, yakni pasangan AZAN yang mendapat dukungan sebesar 42,22 persen suara dan pasangan MAJU sebesar 24,44 persen suara. Sementara kedua pasangan lainnya, yakni ZAHIR dan RISA masing-masing mendapat dukungan sebesar 16,03 persen dan 15,56 persen.
Masalahnya, sejauhmana konsistensi mesin Parpol bekerja maksimal untuk mempertahankan atau meningkatkan elektabilitas pasangan calon yang diusungnya. Tentu masih banyak faktor lain yang dapat digunakan sebagai alat ukur untuk menganalisa peta kekuatan tersebut, antara lain kekuatan masing-masing figur di tengah masyarakat.
Figur Dr. H Zaeny Arony yang saat ini masih menjabat sebagai Bupati Lobar, sekaligus sebagai Ketua DPD Partai Golkar NTB, tentu akan banyak diuntungkan dalam posisi sebagai calon incumbent, sehingga dapat memaksimalkan proses pencitraan melalui program-program di internal pemerintahan, seperti pemberian bantuan kepada masyarakat dan penguatan jaringan PNS di tingkat bawah, serta adanya dukungan sejumlah Kepala Desa. Selain itu, indikator pembangunan fisik dan infrastruktur pendidikan serta kedekatannya dengan sejumlah pimpinan Ponpes selama menjabat Bupati Lobar juga dapat menjadi variabel penunjang untuk mendapat simpatik dan dukungan dari para jamaah maupun pimpinan Ponpes di wilayah Kab Lobar. Hal ini terlihat dari berbagai dukungan Tuan Guru (pimpinan Ponpes) di media massa terhadap pasangan AZAN. Hal ini merupakan peluang untuk meningkatkan elektabilitasnya di tengah masyarakat. Meskipun demikian, figur wakilnya, Faudzan Khalid, S.Ag, MH sebagai mantan Ketua KPU Provinsi NTB dinilai tidak memiliki basis massa di wilayah Kab Lobar, sehingga kelemahan ini berpotensi dimanfaatkan lawan politiknya untuk mempengaruhi tingkat elektabilitas pasangan AZAN. Selain itu, beberapa isu yang dapat menurunkan tingkat elektabilitas pasangan ini adalah kasus Penyimpangan Dana Bansos yang melibatkan beberapa Kepala Dinas di lingkungan Pemkab Lobar selama menjabat Bupati Lobar. Isu ini mulai dieksploitasi lawan politiknya untuk mendiskreditkan atau merusak citra politik pasangan AZAN.
Sementara figur dari pasangan No. Urut II, Zahrul Maliki, SH - Irwan Harimawansyah (ZAHIR), meskipun total dukungan suara dari Parpol Non Parlemen mencapai 16,03 persen, namun mesin Parpol pengusung tersebut dapat dipastikan tidak akan dapat bekerja maksimal, karena beberapa Parpol tersebut sudah tidak lagi lolos pada Pemilu 2014, sehingga kepentingan Parpol tersebut juga akan kurang berkepentingan untuk memanfaatkan momentum Pemilukada sebagai ajang pencitraan politik. Selain itu, Zahrul Maliki, SH yang merupakan anggota DPRD dari PBR Kab Lobar juga tidak diusung oleh partai induknya (PBR), sementara wakilnya yang merupakan pengusaha di Kec Narmada juga tidak memiliki dukungan massif dari tokoh-tokoah masyarakat maupun Pimpinan Ponpes. Meskipun demikian, keberadaan pasangan tersebut berpotensi mempengaruhi dan merusak konstalasi basis-basis massa dari pasangan calon lainnya.
Pasangan No Urut 3, Dr. H Mahrip, MM dan Drs. TGH Munajib Khalid (MAJU) yang mendapat dukungan sebanyak 24,44 persen dari Parpol Pengusung, memiliki peluang untuk mendapat suara signifikan, jika kekuatan mesin Parpolnya berjalan maksimal. Mengingat kekuatan PKS dan PBB di wilayah Kab. Lobar memiliki basis konstituen yang  solid dan ideologis. Kedua Parpol tersebut tentu akan menjadikan Pemilukada Lobar sebagai medan uji coba untuk menakar kekuatanya menuju Pemilu Legislatif, meskipun konteks dan kontennya berbada. Selain itu, keberadaan figur Dr. H Mahrip, MM yang saat ini menjabat sebagai Wakil Bupati Lobar, tentu akan berupaya maksimal menggerakkan sejumlah kepala desa yang mendukungnya. Kekuatan pasangan ini akan ditunjang figur wakilnya, Drs. TGH Munajib Khalid sebagai seorang ulama/Pimpinan Ponpes dan memiliki basis massa yang cukup banyak, khususnya di dua Kecamatan, yakni Kec. Batulayar dan Kec. Gunungsari. Hal ini terbukti pada saat pelaksanaan Pemilukada Kab. Lobar pada 2008, TGH. Munajib Khalid sebagai calon Wakil Bupati berpasangan dengan calon Bupati, Dr. Sajim Sastrawan, berhasil melaju keputaran kedua. Kelemahan dari pasangan tersebut adalah tidak sepenuhnya mendapat dukungan dari sejumlah Tuan Guru atau pimpinan Ponpes, baik yang ada di Kec Labuapi, Kec Gunungsari maupun di Kec Batulayar. Selain itu, kasus Dana Bansos juga dapat dieksploitasi untuk merusak citra Dr. H Mahrip saat menjabat sebagai Wakil Bupati Lobar.
Sementara pasangan No. Urut 4 pasangan Drs. H Ridwan Hidayat dan Syaiful Akhyar, SE (RISA) yang diusung 5 Parpol , yakni oleh PPP, PKNU, PKPI, PKBIB dan PBR, diperkirakan tidak akan mampu menyaingi pasangan AZAN dan MAJU. Meskipun total persentase dukungan suara terhadap pasangan RIZA sebanyak 15,56 persen, namun pasangan ini hanya mengandalkan basis massa dari PPP dan PBR di wilayah Kab. Lobar. Selain itu, figur Drs. H Ridwan Hidayat yang sebelumnya masih menjabat sebagai Asisten I Pemprov NTB dan juga sebagai kakak kandung dari Wali Kota Mataram, Akyar Abduh dinilai kurang bersosialisasi dengan masyarakat Lobar, karena jenjang karirnya dalam birokrasi lebih banyak dihabiskan di luar wilayah Kab Lobar. Sementara figur Wakilnya, Syaiful Akhayar, SE juga tidak memiliki basis massa yang kuat di wilayah Kab. Lobar, terutama di kalangan Ponpes. Meskipun demikian, keberadaan pasangan RISA tersebut dinilai dapat mempengaruhi kantong-kantong massa pendukung dari pasangan AZAN dan MAJU pada masa kampanye hingga pemungutan suara.

Prediksi Kemenangan Dan Pemilukada Satu Putaran
Berdasarkan pada pemetaan kekuatan Parpol pengusung dan analisa figur, indikator yang menarik dicermati adalah kolaborasi antara kekuatan mesin Parpol pengusung dengan tingkat elektabiltas figur, serta adanya polarisasi dukungan kelompok-kelompok masyarakat, baik secara struktural kelembagaan maupun personal ketokohan.
Mengacu hasil analisa tersebut, maka terdapat dua pasangan yang diperkirakan akan mendapat suara signifikan, yakni pasangan Nomor Urut 1 AZAN dan pasangan Nomor Urut III MAJU. Sementara pasangan No. Urut II ZAHIR dan pasangan Nomor Urut 4 RISA diperkirakan tidak akan mendapat suara signifikan, namun keduanya berpotensi dapat mengganggu konstalasi dan konfigurasi peta kekuatan politik pasangan AZAN dan MAJU. Selain itu, pelaksanaan Pemilukada Kab Lobar diperkirakan akan berlangsung “satu putaran”, mengingat dominasi pasangan calon incumbent yang diperkirakan akan mampu mencapai 30 persen suara lebih. 
Meskipun jumlah pasangan calon peserta Pemilukada diikuti 4 pasangan calon, namun peta kekuatan dan kelemahan masing-masing pasangan calon, diperkirakan akan dipengaruhi oleh dinamika dan eskalasi politik yang cukup tinggi, terutama tingkat persaingan yang ketat dalam memperebutkan basis dukungan massa. Apalagi keempat pasangan calon tersebut akan memperebutkan suara dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT) sebesar 454.461 orang yang tersebar 1.251 TPS yang ada pada 122 desa/kelurahan dan 10 kecamatan.
Hal ini ditandai munculnya beberapa gerakan massa untuk mengeksploitasi isu-isu negatif untuk saling menjatuhkan. Kemungkinan akan diperparah pada saat berlangsung kampanye terbuka maupun dialogis. Kondisi tersebut juga ditandai munculnya polarisasi dukungan para kepala desa dan Tuan Guru di wilayah Kab Lobar, baik yang memberikan dukungan secara terbuka di media massa maupun melalui pertemuan-pertemuan non formal yang dilakukan pasangan calon.

Kerawanan dan solusi
Keterlibatan beberapa Tokoh Agama (Tuan Guru) dan pimpinan Ponpes dalam mendukung pasangan calon, diperkirakan akan meningkatkan eskalasi konflik di tengah massa pendukung. Selain itu, adanya polarisasi dukungan kepala desa terhadap pasangan calon, akan berdampak negatif terhadap kondisi sosial-politik masyarakat di tingkat desa, karena masing-masing kepala desa yang memberikan dukungan dipastikan akan berupaya menarik simpatik atau mengarahkan masyarakatnya untuk mendukung pasangan calon yang diusungnya. Kondisi ini rawan dieksploitasi dan dimanfaatkan untuk kepentingan kelompok politik, sehingga dapat berimbas terhadap terjadinya pengkotak-kotakan di dalam masyarakat. Pada sisi lain, keterlibatan sejumlah kepala desa dalam memberikan dukungan kepada pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Lobar, terutama terhadap calon incumbent, juga dikhawatirkan dapat mengeksploitasi bantuan dari program-program pemerintah, seperti Raskin, BLSM, dan Bantuan Siswa Miskin untuk menarik atau mengarahkan dukungan masyarakatnya terhadap salah satu pasangan calon yang diusungnya, sehingga bantuan melalui program-program pemerintah pusat yang telah dipolitisasi tersebut akan menjadi tidak tepat sasaran. Sebaliknya, keempat pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati tersebut, akan terus berupaya merekrut dukungan dari kepala desa dengan menggunakan berbagai cara, sehingga pelibatan kepala desa menjadi tim sukses sangat berpotensi memicu konflik massa pendukung dan gesekan kepentingan di tengah masyarakat.
Permasalahan lain yang berpotensi menimbulkan kerawanan, diantaranya masalah akurasi DPT dan masalah netralitas PNS, sehingga dapat menjadi celah terjadinya sengketa Pemilukada bagi pasangan calon yang kalah, terutama pasca pelaksanaan Pemilukada Kab Lobar.
Namun demikian, siapapun pemenangnya, perlu didukung untuk mewujudkan Pemilukada secara demokratis, jujur dan adil, karena Pemilukada Lobar hanya sarana politik untuk memilih pemimpin yang berkualitas dan demokratis. Hal ini, tentu menjadi tanggung jawab seluruh stakeholder. Diperlukan sinergitas antara penyelenggara pemilu, aparat keamanan, Pemda, Parpol pengusung, Tim Sukses, kandidat pasangan calon dan masyarakat untuk mewujudkan Pemilukada Lobar yang damai, tanpa mengorbankan kepentingan rakyat. Karena itu, pernyataan deklarasi Pemilukada damai yang digelar KPU Lobar pada 5 September 2013 tidak hanya diwujudkan dalam ucapan, tetapi juga diperlukan konsistensi sikap, tindakan dan perilaku, demi kemajuan dan kesejahteraan rakyat Lobar.
Wallahu a’lam bissawab.

MEWUJUDKAN TERTIB POLITIK DAN TERTIB SOSIAL DALAM PEMILUKADA



Andi Admiral (Pemerhati masalah Sosial Politik)

Pelaksanaan Pemilihan Umum Kepala Daerah (Pemilukada) Lombok Barat (Lobar), Provinsi NTB, diikuti 4 (empat) pasangan calon, yakni Nomor Urut I Dr. H Zaeny Arony, M.Pd – Faudzan Khalid, S.Ag, M.Si (AZAN), Nomor Urut 2 Zahrul Maliki - H Irwan (ZAHIR), No. Urut 3 Dr. H Mahrip, MM - Drs. TGH Munajib Khalid (MAJU) dan No. Urut 4 Drs. H Ridwan Hidayat dan Syaiful Akhyar, SE (RISA).

Fenomena Kampanye
Dari jadwal kampanye yang berlangsung sejak 6 s.d 17 September 2013, dari 4 (empat) pasangan calon peserta Pemilukada Lobar, termonitor 3 pasangan calon yang intensif melaksanakan kampanye dialogis maupun monologis, yakni AZAN sebanyak 8 kali, MAJU sebanyak 10 kali dan RISA sebanyak 5 kali. Meskipun Selama pelaksanaan kampanye tersebut, masih terdapat pasangan calon yang cenderung lebih mendominasi dukungan massa dan dengan melemparkan statemen yang saling mendiskreditkan dan mengarah pada black campaign.
Pada sisi lain, kompetisi pasangan calon juga cenderung melibatkan kelompok massa dalam melakukan aksi unjuk rasa yang menyuarakan isu-isu kasus korupsi yang melibatkan pasangan calon Bupati. Hal ini terlihat pada 11 September 2013, di Kantor Kejati NTB, sejumlah aktivis Jaringan Anti Korupsi Lombok Barat yang melakukan aksi unjuk rasa mendesak Kejati NTB menuntaskan kasus Surat Perintah Perjalanan Dinas (SPPD) fiktif dan pengelapan asset Lombok Barat yang diduga melibatkan salah satu pasangan calon. Sebelumnya, pada 5 September 2013, di Kantor Kejati NTB, juga sekitar 200 orang mengatasnamakan Gerakan Rakyat Lombok Barat Anti Korupsi (GERLAK), melakukan asi serupa mempertanyakan dugaan korupsi dan kejelasan penjualan aset, pengunaan Dana Bantuan Sosial (Bansos) dari pemerintah pusat.
Dari dinamika yang berkembang maupun eskalasi situasi politik dan keamanan selama pelaksanaan kampanye yang dimulai sejak 6 September 2013 dan dijadwalkan berakhir pada 19 September 2013, masih terdapat adanya indikasi pelanggaran, dugaan money politic, pelibatan PNS, saling mendiskreditkan di antara pasangan calon, serta kasus pengrusakan baliho milik pasangan calon. Kendati demikian, pelaksanaan kampanye secara umum berjalan tertib dan relatif kondusif.
Hal ini mengindikasikan bahwa masyarakat Kab Lobar memiliki modal untuk menuju tertib politik dan tertib sosial dalam mewujudkan Pemilukada berkualitasi, demokratis dan bermartabat. Modal ini juga dapat menjadi hipotesis untuk menghilangkan stigma negatif terhadap penyelenggaraan Pemilukada di Indonesia yang selalu diwarnai anarkisme massa atau politik kekerasan.

Tertib Politik dan Tertib Sosial
Pemilu berkualitas, demokratis, dan bermartabat, baik dalam koteks Pemilu Legislatif, Presiden, dan Kepala Daerah, dapat dilihat dari dua sisi, yaitu sisi proses dan hasil yang dicapai. Dari sisi proses, Pemilu dinilai berkualitas jika berlangsung secara demokratis, aman, tertib dan lancar serta jujur dan adil.  Jika di lihat dari sisi hasil, Pemilu yang berkualitas harus dapat menghasilkan wakil-wakil rakyat dan pemimpin negara atau kepala daerah yang mampu mensejahterakan rakyat, serta dapat mengangkat harkat dan martabat bangsa Indonesia atau daerah di mata dunia internasional atau pemimpin yang mampu mewujudkan cita-cita nasional.  Pemilu atau Pemilukada seyogyanya bermuara pada upaya mewujudkan tertib politik maupun tertib sosial. Kedua hal tersebut bagaikan dua mata sisi uang yang tidak bisa dipisahkan agar tidak terjadi ketimpangan. Diperlukan keseimbangan langkah untuk mewujudkan ketertiban dalam berpolitik dan keteraturan dalam bermasyarakat. 
Dalam referensi ilmu politik, istilah “Tertib Politik”  secara lengkap dan lugas digambarkan seorang ilmuwan politik Amerika Serikat, kelahiran New York City pada 18 April 1927, Saumel Philips Huntington. Seorang Guru Besar sekaligus Ketua Jurusan Ilmu Politik di Universitas Harvard dan Ketua Harvard Academy untuk Kajian Internasional dan Regional, di Weatherhead Center for International Affairs. Dalam bukunya Political Order in Changing Societies yang ditulis tahun 1968, kerap dilihat sebagai cetak biru model demokratisasi yang mementingkan stabilitas. Bagian lain dari tesis Huntington dalam buku tersebut, bahwa bersama perubahan masyarakat tingkat partisipasi harus juga meningkat, yang perlu diperhatikan pula oleh para penyusun strategi politik di lapangan. Huntington juga menggambarkan upaya sekian banyak bangsa dan negara yang sedang berkembang dalam mencapai tatanan tertib politik. Hal mana dimaksudkan sebagai jembatan yang akan mendekatkan setiap negara dalam meraih cita-cita yang telah diikrarkan sejak awal, yaitu masyarakat yang makmur, sejahtera, aman dan sentosa.
Berangkat dari pemikiran tersebut, sistem politik melalui Pemilu maupun Pemilukada, pada kenyataannya adalah pemanfaatan gelombang massa oleh kekuatan politik tertentu. Karena itu, kualitas demokrasi harus dibangun lewat mekanisme konsensus kolektif, dimana rakyat harus menjadi subjek atau pelaku (bukan ojek) dalam setiap proses politik tanpa diskriminasi, karena demokrasi hanya mengenal hukum kolektivitas yang menganulir dominasi kelompok elite atas suara mayoritas.
Untuk menata demokrasi massa menuju tertib politik, Huntington merumuskan gagasannya dengan baik, bahwa gelombang massa, terutama di negara-negara demokrasi baru (the new democratic countries), memiliki dua efek sekaligus yang bisa bertentangan, yakni gelombang massa sebagai kekuatan penyeimbang dan pengontrol atas sejumlah proses politik, atau justru merusak sistem yang tengah dibangun. Jika gelombang massa menjadi kekuatan penyeimbang dan pengontrol, menujukkan konsolidasi demokrasi dapat dicapai. Namun jika gelombang massa berubah menjadi kekuatan destruktif, rekayasa demokrasi berjalan macet dan tertib politik terganggu.
Dalam konteks Pemilukada Lobar, yang saat ini tengah memasuki masa kampanye, mobilisasi massa masih menjadi objek politik kepentingan politik pribadi dari pasangan calon atau Parpol pengusung. Seharusnya gelombang massa dalam masa kampanye harus dimaknai sebagai kekuatan baru dalam mengawal proses politik di tingkat lokal, sehingga Pemilukada jauh dari praktek-praktek politik kotor dapat menguatkan demokrasi lokal menuju tertib politik. Di tengah situasi politik yang labil, mobilisasi massa menjadi ancaman untuk mewujudkan tertib politik. Ketika mobilisasi massa masih menjadi pilihan pasangan calon kampanye, maka perlu ditunjang pelembagaan politik, karena konsolidasi demokrasi meniscayakan pelembagaan politik melalui penetapan aturan main berpolitik (rule of the game) secara ketat, dari aturan yang mengatur kewenangan lembaga penyelenggara Pemilukada, mulai dari proses pendaftaran dan penetapan calon, proses kampanye, perhitungan suara, hingga penetapan pasangan calon yang berhasil.
Jika aturan main lemah, makan akan menjadi pintu masuk bagi munculnya gelombang kekerasan massa yang kecewa dengan sejumlah aturan main yang dianggap merugikan pasangan calon tertentu. Akibatnya, vandalisme publik menjadi puncak dari ketidakberesan proses Pemilukada, sehingga calon pasangan yang kalah tidak mau menerima hasil Pemilukada. Konsolidasi demokrasi hanya bisa dibangun ketika pelembagaan politik berlangsung baik dengan terpenuhinya beberapa syarat, di antaranya rule of the game yang tegas dan jelas, penegakan supremasi hukum, konsensus elite politik dalam menaati aturan main, dan cara berpolitik yang santun dan adab.
Sementara itu, istilah “Tertib Sosial” adalah istilah yang digunakan dalam ilmu sosiologi untuk menggambarkan kondisi kehidupan masyarakat yang aman, dinamis, dan teratur, sebagai hasil hubungan yang selaras antara tindakan, nilai, dan norma dalam interaksi sosial. Beberapa referensi teroritis, antara lain pandangan Tomas Hobbes, Talcot Parson, dan Karl Marx. Pada intinya, mereka memandang masyarakat bertindak sesuai dengan status dan perannya masing - masing. Bentuk nyata keselarasan sosial adalah adanya keselarasan atau kerja sama dalam interaksi sosial kebudayaan dapat tergambar dari struktur sosial maupun proses sosial yang dinamis dalam masyarakat.
Dalam kaitan ini, tertib sosial dapat tercipta mengisyaratkan terdapat suatu system nilai dan norma yang jelas, individu atau kelompok dalam masyarakat mengetahui dan memahami norma-norma dan nilai-nilai yang berlaku, serta individu atau kelompok dalam masyarakat menyesuaikan tindakan-tindakannya dengan norma dan nilai sosial yang berlaku. Tertib sosial merupakan kondisi dinamis suatu masyarakat, dimana sendi-sendi kehidupan masyarakat berjalan secara tertib dan teratur sehingga tujuan kehidupan bermasyarakat dapat dicapai secara berdayaguna dan berhasilguna. Tertib sosial merupakan suatu kondisi  masyarakat yang sedemikian rupa tertib dan teraturnya, sehingga mampu menangkal segala bentuk ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan baik yang berasal dari dalam maupun luar lingkungan masyarakatnya. Tertib sosial dapat berwujud sebagai akibat adanya suatu system pengendalian sosial atau control sosial yang didasari oleh seperangkat nilai dan norma sosial yang disepakati dan ditaati oleh seluruh anggota masyarakat secara konsekuen.

Ancaman dan solusi
Persaingan pasangan calon yang cenderung saling mendiskreditkan dalam pelaksanaan kampanye akan semakin meningkat dalam upaya menarik simpatik dan dukungan masyarakat menjelang Hari Pencoblosan pada 23 September 2013, dengan menerapkan berbagai upaya dan strategi masing-masing. Memasuki masa tenang pada 20 s.d 22 September 2013, potensi kerawanan, antara lain kampanye terselubung tim sukses atau pasangan calon yang kemungkinan dapat diwarnai dengan money politic, “serangan fajar”, atau kemungkinan aksi sweeping massa pendukung di tingkat desa yang dapat memicu bentrok fisik. Kerawanan lainnya adalah hambatan pendistribusian logistik (surat suara) ke tingkat PPS, munculnya kecurangan saat berlangsung perhitungan suara baik di tingkat PPS, PPK dan KPU hingga penetapan pasangan calon, karena pada tahapan ini diperkirakan akan diwarnai pengerahan massa, terutama dari pasangan calon yang kalah.
Dalam konteks ini, diperlukan sinergitas seluruh unsur dan komponen yang terlibat dalam lembaga kemasyarakatan dan tatanan politik. Meminjam teori Talcot Parson dalam bukunya The Social System (1937), ada 4 unsur untuk mewujudkan tertib politik dan tertib sosial, yakni Adaptation, Goal Attainment, Integration, dan Latency atau latent pattern-maintenance. Adaptation memerlukan kemampuan dan sinergitas masyarakat, penyelenggara Pemilukada dan aparat keamanan, dan pemerintah daerah untuk berinteraksi dengan lingkungan sosial dan politiknya dalam mentransformasikan tertib dalam berpolitik dan selaras dalam bermasyarakat. Goal-Attainment adalah upaya mensinergikan seluruh stake holder dalam mencapai tujuan menuju tertib politik dan tertib sosial. Integration atau harmonisasi keseluruhan anggota sistem sosial dan sistem politik mengenai nilai-nilai atau norma pada masyarakat telah ditetapkan. Di sinilah peran nilai tersebut sebagai pengintegrasi sebuah sistem social dan politik. Sementara Latency (Latent-Pattern-Maintenance) adalah memelihara sebuah pola, dalam hal ini nilai- nilai kemasyarakatan tertentu seperti budaya, norma, aturan dan sebagainya dalam mengimplementasikan budaya dan perilaku politik tanpa kekerasan.
Solusi menuju tertib politik dan tertib sosial, maka perilaku individu-individu yang merupkan bagian dari masyarakat sangat menentukan keadaan masyarakat secara keseluruhan dalam membangun tertib politik yang berkualitas. Sebaliknya, tertib politik berupa kondisi di mana terjadi saling pengertian antara pelaku politik dengan kondisi sosial untuk menciptakan keamanan dan stabilitas. Tertib politik dalam kondisi sosial merupakan hubungan dan interaksi dalam masyarakat yang diinginkan tanpa dihiasi konflik dan kekerasan.
Semoga ...
Wallahua’lam bissawab.
Mataram 17 September 2013.

URGENSI TOLERANSI DI TENGAH MEREBAKNYA ANCAMAN ISU SARA

Pada 16 November, masyarakat dunia memperingatinya sebagai hari toleransi internasional . M ereka berbondong-bondong menyuarakan toler...