Sabtu, 19 November 2016

URGENSI TOLERANSI DI TENGAH MEREBAKNYA ANCAMAN ISU SARA



Pada 16 November, masyarakat dunia memperingatinya sebagai hari toleransi internasional. Mereka berbondong-bondong menyuarakan toleransi sebagai bentuk kepedulian atas maraknya isu rasial belakangan ini. Di Amerika, kemenangan Donald Trump menjadi momok menakutkan bagi mereka yang minoritas menyebabkan para imigran, kulit hitam, hingga kelompok-kelompok muslim patut khawatir dikarenakan Trump di masa kampanyenya mencoba membungkus beberapa isu rasialisme dengan nasionalisme. Hal ini tentu bukan hanya menjadi ancaman beberapa aktivis kaum minoritas, tetapi juga mengusik ketenangan masyarakat dunia yang awalnya damai dalam perbedaan kini direcoki isu-isu rasial berbau SARA.

Menjadi minoritas merupakan bukan perkara takdir semata, melainkan adanya hak-hak yang tidak seimbang antara kelompok minoritas dengan mayoritas. Dengan ketimpangan akses di semua aspek menyebabkan kaum minoritas terseok-seok demi memastikan sebuah kehidupan yang tenang tanpa kebencian. Permasalahan ini kemudian diperparah oleh mental-mental modernitas, mental-mental kompetitor membuat persaingan semakin ketat memperebutkan akses sosial, ekonomi dan politik meniscayakan ketersisihan, ketertinggalan, keterbelakangan yang didominasi oleh orang-orang minoritas, meskipun disisi lain PBB berulang kali telah menyerukan kecaman atas ketimpangan tersebut.
Kini, isu ketertindasan minoritas hampir terjadi di semua negara termasuk Indonesia. Kendalanya adalah masyarakat dengan kekuatan mayoritas kerapkali dimanfaatkan dan dieksploitai untuk kepentingan politik tertentu dengan menyuarakan bahwa hak-hak akses sosial ekonomi dan politik hanya milik mayoritas semata. Hal ini menyebabkan kelompok mayoritas menempatkan dirinya sebagai kelompok yang superior dalam perebutan kuasa, sementara kelompok minoritas terkucilkan dari hak-haknya, termasuk hak atas rasa aman. Kondisi ini tidak bisa dibayangkan ketika Indonesia yang sedang merajut kedewaan berdemokrasi, pertarungan kelompok mayoritas dan minortitas selalu dihadap-hadapkan pada tujuan menang dan kalah. Demikian pula dalam relasi keagamaan, isu SARA kerapkalai dipolitisasi dalam perebutan kuasa ditengah kelompok mayoritas dan minoritas sehingga melahirkan kelompok yang tereliminasi dari rasa toleransi antar sesame anak bangsa.

Bahkan isu kaum minoritas, selalu diperhadapkan pada potensi konflik bernuansa SARA. Masyarakat mayoritas seringkali membenturkan isu SARA demi satu kepentingan yang ingin dicapai, karena sebagai masyarakat dominan yang ingin berkuasa, mengucilkan suku, ras atau agama merupakan cara terbaik untuk menjatuhkan lawan tanpa perlu mengeluarkan banyak modal. Jadi, bagi mereka memenangkan satu momentum jauh lebih penting daripada harus kalah karena menggunakan akal sehat. Sehingga mental-mental seperti inilah yang kadang tidak memanusiakan manusia, semena-mena berbuat karena kebenaran berdasarkan kuasa mayoritas.

Berangkat dari timpangnya toleransi masyarakat dunia, kekhawatiran ini terus berlanjut ke dalam negeri Indonesia yang menganut kebihnekaan. Hal ini ditandai masih adanya pelaku-pelaku terror mendompleng agama dan cukup menghentak beberapa peristiwa terror bom di tanah air. Bukan hanya itu, penyerangan tempat ibadah kaum minoritas seperti pembakaran mesjid di Tolikara, penyegelan gereja Yasmin, pembakaran kampung Syiah Sampang adalah sekian dari banyak peristiwa menandakan betapa sebagian penduduk kita belum dewasa dalam memaknai perbedaan.

Padahal sedari kecil kita belajar Pancasila, tenggang rasa, gotong royong dan nilai-nilai keagamaan, namun hal tersebut tidak cukup membuat kita lebih desa untuk saling menghargai antar sesama anak bangsa tanpa memandang suku, ras, atau agama. Entah apa yang menjadi penghalang dari perbedaan yang indah ini, sementara di setiap kesempatan, orang tua, sahabat hingga guru-guru kita selalu menyarankan untuk saling merangkul, bahu membahu demi persatuan bangsa.

Belakangan ini kita sedang dihadapkan pada isu aktual yakni kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Basuki Tjahaja Purnama @ Ahok (Gubernur DKI non Aktif/Calon Gubernur DKI). Isu yang cukup menyemarakkan dimedia elektronik, media massa hingga media sosial telah memberikan efek yang sungguh luar biasa, rakyat kemudian terpecah antara yang pro dan yang kontra. Jurang perbedaan semakin menyedihkan apabila kita mulai melihat ruang-ruang sosial media yang begitu terik dan gersang, dimana semua subjek mulai menebar kebencian tanpa sedikitpun yang meneduhkan. Bahkan di grup whatsapp sekali pun kaum-kaum intelektual ulung ikut menyebar berita-berita hoaks dan mengantar kita pada ketakutan yang sebenarnya.

Masyarakat mulai kehilangan pegangan akibat gempuran berita-berita yang diragukan kebenarannya. Di tengah emosi yang memuncak, tidak jarang dari pelaku sosial media saling mencerca, saling menghujat, demi debat klaim kebenaran yang tidak berujung. Selain menyita tenaga dan pikiran, bahkan momentum ini juga benar-benar sangat potensi untuk memecah belah bangsa Indonesia. Bangsa yang dulunya akur kini diikuti gerakan bullying hanya karena perbedaan pendapat.

Iroinisnya, fenomena perbedaan pandangan di media soaial tidak lagi memberikan kesejukan sebagai Rahmat yang didakdirkan Tuhan dalam proses penciptaan alam semesta. Perbedaan sudut pandang seolah-olah mendobrak nilai-nilai etika dan estetika sebagai takdir Tuhan dalam relasi kemanusiaan. Kalangan muda memaki dan menghujat yang lebih tua, dan tua cenderung tidak memberikan kesejukan pandangan bagi yang muda. Realitas ini cenderung menjauhkan kita sebagai anak bangsa yang religious dan ditakdirkan Tuhan untuk berbeda warna dan pandangan.

Karena itu dalam kasus dugaan penistaan agama yang telah menyita perhatian umat, hendaknya menjadi pembelajaran dan mengambil hikmah., Sebaiknya kita menenangkan diri, bermusahabah dan kembali memperbaiki ukhuwah wathaniyah yang terputus hanya karena adanya perbedaan pandangan terkait kasus tersebut. Sebagai anak bangsa, kita tidak perlu terjebak pada perdebatan klaim kebenaran terkait kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan Ahok. Karena yang jauh lebih penting adalah menyerahkan sepenuhnya kepada pihak Kepolisian untuk memprosesnya hingga tuntas sembari menjaga keutuhan tali persaudaraan.

Kita sebagai anak bangsa selayaknya memelihara dan merawat takdir Tuhan yang menciptakan perbedaan dalam seluruh aspek kehidupan, agar berikutnya kita tidak lagi gontok-gontokan, dan terprovokasi oleh berbagai isu liar yang justru merusak nilai-nilai keummatan dan kebangsaan. Sudah semestinya kita sebagai kelompok mayoritas menghargai minoritas dan kelompok minoritas menghormati yang mayoritas. Dengan semangat keagamaan dan ke-Bhinekaan Tunggal Ika, mari bersama merajut kembali kekeluargaan, saling menghargai, karena sesungguhnya perbedaan adalah Rahmat Tuhan yang menjamin kedamaian. Kebihnekaan di Bumi Indonesia harus menjadi tonggak pemersatu dalam kehidupan bebangsa dan bernegara.

Wallahua‘lam bisshawab.

Jumat, 11 November 2016

KEMAUAN POLITIK DAN HARAPAN PUBLIK DALAM PENYELESAIAN KASUS DUGAAN PENISTAAN AGAMA MELALUI PROSES HUKUM



Kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Jakarta Non Aktif, Basuki Tjahaja Purnama @ Ahok telah menimbulkan gelombang gerakan massa di kalangan umat Islam Indonesia, yang dikenal Aksi Bela Islam (ABI) Jilid I dan Jilid II (4 Nopember 2016). Kasus ini juga telah menjadi perhatian publik di seluruh wilayah Indonesia. Gelombang gerakan massa tersebut pada intinya menuntut penegakan supremasi hukum terhadap kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok. Hal ini perlu dimaknai bahwa tuntutan penegakan supremasi hukum dalam kasus penistaan agama tersebut sangatlah penting dalam upaya menciptakan dan melindungi masyarakat dari kedamaian dan ketertiban, sekaligus menunjukkan bahwa warga Indonesia akan sangat menghormati hukum itu sendiri dengan memposisikan Indonesia sebagai negara hukum (Pasal 1 ayat 3 UUD 1945).
Konsekuensi dari pengakuan negara Indonesia sebagai negara hukum, tentu memiliki 3 (tiga) prinsip dasar yang wajib dijunjung dan dihormati oleh setiap warga negara yaitu supremasi hukum, kesetaraan di hadapan hukum, dan penegakan hukum dengan cara-cara yang tidak bertentangan dengan hukum. Ketiga prinsip dasar tersebut memberikan harapan untuk mencapai tujuan ideal yakni terciptanya keadilan.  
Karena itu, penyelesaian kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok melalui proses hukum demi tegaknya keadilan, tentu menarik untuk diulas dengan melihat dari dua perspektif, yakni adanya kemauan politik (politicall will) dari pemerintah dan penegak hukum, serta ekspektasi publik dalam penyelesaian kasus tersebut. Antara kemauan politik pemerintah dan penegakan hukum sangat berkorelasi positif dengan harapan-harapan publik yang menghendaki terwujudnya “rasa keadilan”. Karena itu, rasa keadilan ini harus diposisikan secara netral, dimana setiap orang memiliki kedudukan dan perlakuan hukum yang sama tanpa terkecuali.
Kemauan Politik dari Pemerintah dan Penegak Hukum
Sejak bergulirnya kasus dugaan penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok, muncul berbagai persepsi negatif dan tudingan terhadap posisi Presiden sebagai Kepala Pemerintahan maupun terhadap Kapolri sebagai aparatur penegak hukum dalam penyelesaian kasus hukum dugaan penistaan agama oleh Ahok. Sebagian kalangan mengkritik bahwa Presiden atau Kapolri tidak memiliki kemauan politik untuk memproses dan menuntaskan kasus Ahok tersebut. Kendati, kiritik dan persepsi tersebut perlu diuji kebenarannya dengan berbagai indikator.
Salah satu indikator penting dalam penegakan supremasi hukum adalah menjadikan hukum sebagai panglima. Karena itu, upaya penyelesaian kasus Ahok melalui proses hukum adalah sebuah keharusan yang harus mendapat dukungan dari seluruh elemen bangsa, termasuk pemerintah dan aparatur penegak hukum. Adanya kemauan politik dari pemerintah dan aparatur penegak hukum dalam upaya penyelesaian kasus hukum Ahok, tentu dapat diukur dari langkah-langkah dan tindakan nyata yang telah dilakukan oleh Presiden RI, H Joko Widodo. Selain itu, beberapa indikator yang juga bisa dipergunakan untuk mengukur kemauan dan keseriusan pemerintah dalam penegakan hukum, yakni adanya inisiatif, skala prioritas dan mobilisasi dukungan publik.
Pertama, sisi inisiaif. Presiden Jokowi dalam berbagai kesempatan di forum-forum resmi bahkan di hadapan para ulama, tokoh-tokoh agama dan pimpinan Ormas Islam, telah berulangkali menyampaikan bahwa dirinya tidak melindungi Basuki Tjahaja Purnama dalam perkara dugaan penistaan agama. Dari aspek ini, kemauan dan keseriusan politik dari seorang Presiden RI, H Joko Widodo patut dihargai dan didukung bersama untuk mewujudkan tegaknya supremasi hukum dalam bingkai NKRI, terutama dalam penyelesaian kasus hukum Ahok tersebut. Presiden Jokowi juga telah berulangkali menyampaikan bahkan dirinya tidak akan mengintervensi proses hukum Ahok. Hal ini sebagai bentuk jaminan sekaligus jawaban terhadap kepercayaan publik bahwa proses hukum dalam perkara dugaan penistaan agama oleh Ahok diserahkan sepenuhnya kepada aparatur penegak hukum.
Kedua, skala prioritas. Tentu Presiden Jokowi telah menginstruksikan kepada Kapolri untuk cepat, adil dan transparan dalam mengusut kasus tersebut. Dalam hal ini, langkah dan tindakan nyata dari Kapolri dalam menerjemahkan instruksi Presiden tersebut dengan memproses hukum kasus Ahok yang menawarkan kepada publik untuk dilakukan gelar perkara secara terbuka dan transparan, patut dihargai sebagai upaya untuk mewujudkan penegakan hukum yang adil dan transparan. Selain itu, langkah berani Kapolri yang mengeluarkan diskresi dengan mengenyampingkan norma hukum terhadap larangan proses hukum terhadap calon kepala daerah yang tersangkut kasus hukum guna menghindari anasir-anasir politis, juga harus dimaknai sebagai bentuk keseriusan Kapolri dalam merespon aspirasi publik untuk penyelesaian kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok. 
Ketiga, aspek mobilisasi dukungan publik. Upaya Presiden RI yang melakukan kunjungan ke para ulama, tokoh agama, pimpinan Ormas Islam dan tokoh politik merupakan wujud dari kemauan politik pemerintah untuk mendapatkan dukungan publik dalam penegakan hukum kasus Ahok. Hal ini juga sejatinya dimaknai sebagai bentuk keseriusan presiden RI untuk menjawab kritik publik terhadap dugaan intervensi presiden dalam proses hukum Ahok.
Ketiga indikator penilaian terhadap kemauan politik pemerintah dan aparat penegak hukum menurut hemat penulis merupakan jawaban dari ekspektasi publik dalam upaya mewujudkan supremasi hukum, terutama dalam proses hukum dugaan penistaan agama oleh Ahok. Karena itu, kemauan politik pemerintah dan aparat penegak hukum sangat berkolerasi dengan ekspektasi publik dalam mewujudkan “rasa keadilan”.
Harapan Publik terhadap tegaknya keadilan
Memposisikan hukum sebagai panglima dalam konteks berbangsa dan bernegara adalah keharusan. Kendati kritik mendasar yang sering muncul, adalah mampukah hukum yang ada dapat menjamin keadilan subyektif masing-masing warganya atau semua golongan sosial yang ada. Tentu untuk menjawab kritikan tersebut tidaklah mudah. Dalam tulisan ini tentu tidaklah berkompeten untuk menjawabnya, karena persepsi publik tentang “rasa keadilan” adalah variable subjektif. Selain itu, rasa keadilan subjektif hanya dapat diuji melalui proses hukum dalam lembanga peradilan.
Tapi paling tidak, kehadiran negara melalui kemauan politik dari Presiden Jokowi dan aparatur negara (Kapolri) dalam penegakkan supremasi hukum terhadap kasus dugaan penistaan agama oleh Ahok, setidaknya mampu menjawab harapan publik untuk  memberikan kepastian hukum, serta mewujudkan tertib sosial dalam tatanan berbangsa dan bernegara. Karena itu, untuk dapat mencapai keadilan hukum, maka instrumen penegakan hukum terhadap kasus Ahok sangat diperlukan melalui putusan lembaga peradilan. Hal ini juga patut disadari oleh seluruh komponen masyarakat bahwa menunggu putusan pengadilan yang seadil-adilnya tidaklah semudah membalikkan telapak tangan, karena harus melalui proses panjang dari sebuah lembaga peradilan.
Ketika kita (warga negara Indonesia) bersepakat menempatkan hukum sebagai panglima, tanpa ada intervensi dari pihak manapun, maka sejatinya kita sebagai warga negara juga harus konsisten dalam mengawal proses penegakan hukum di wilayah Indonesia, tanpa melalui tekanan publik terhadap aparatur penegak hukum. Karena itu, dalam konteks penyelesaian kasus penistaan agama oleh Ahok, sejatinya kita sebagai warga negara yang terdidik untuk mempercayakan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum melalui proses hukum. Demi tegaknya supremasi hukum yang berkeadilan, maka sepatutnya proses hukum dugaan penistaan agama oleh Ahok menjadi tugas dan tanggung jawab aparat penegak hukum melalui institusi peradilan, bukan melalui ”peradilan jalanan” yang melanggar hukum ataupun mendasarkan arus tekanan publik.
Wallahua’lam bissahwab.
Mataram, 11 Nopember 2016.

Sabtu, 15 November 2014



URGENSI PENGALIHAN DANA SUBSIDI BBM
BAGI KESEJAHTERAAN RAKYAT

Oleh Andi Admiral (Pemerhati masalah Sosial Politik di NTB)

Wacana pengalihan dana subsidi BBM oleh pemerintahan Jokowi-JK telah menjadi polemik di tengah masyarakat. Di satu sisi, kebijakan tersebut dinilai negative karena akan diikuti dengan penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) yang memiliki efek domino terhadap kenaikan harga kebutuhan pokok dan memicu tingginya biaya produksi. Pada sisi lain, kebijakan pengalihan subsidi BBM dinilai positif karena penggunaan dana subsidi tersebut selain untuk mendukung kebijakan fiskal yang dilakukan pemerintah dalam menjaga pemerataan terhadap akses ekonomi dan pembangunan, juga berperan penting menjaga keompok masyarakat miskin agar tetap memiliki akses terhadap pelayanan publik, pendidikan, kesehatan dan pembangunan infrastruktur.
Sayangnya kebijakan pengalihan subsidi BBM ini hanya selalu disorot dari sektor dampak kenaikan harga BBM. Padahal, jika dikaji lebih jauh, keuntungan dari pengalihan subsidi BBM untuk pembangunan berbagai sektor publik, pendidikan, kesehatan, infrastruktur, maupun pembangunan ekonomi dan sosial, jauh lebih  bermanfaat. Penerapan subsidi BBM selama ini hanya menguntungkan kelompok masyarakat menengah keatas dan para pemodal borjuis, boleh dikata “tidak tepat sasaran”. Sejatinya, subsidi BBM justru dapat membantu masyarakat miskin agar lebih sejahtera, khususnya dalam sektor kesehatan dan pendidikan.
Dalam APBN-P 2014, anggaran subsidi BBM diperkirakan akan melampaui dari target yang sudah ditetapkan. Subsidi diperkirakan mencapai Rp 246,5 triliun dengan volume BBM subsidi 46 juta kiloliter. Sementara, program pengendalian subsidi BBM Rp 403 triliun, terdiri atas subsidi energi Rp 350,3 triliun, yaitu subsidi BBM Rp 246,5 triliun dan subsidi listrik Rp 103,8 triliun, serta subsidi non energi Rp 52,7 triliun.

Urgensi Pengalihan Subsidi BBM
Pakar ekonomi dari Universitas Indonesia, Latif Adam, menyetujui konsep realokasi atau pengalihan subsidi BBM yang akan dilakukan Jokowi ke sektor usaha yang produktif, seperti benih dan pestisida untuk petani, serta solar untuk nelayan. Menurut Latif, pengalihan dana subsidi BBM memang perlu difokuskan pada program untuk masyarakat menengah ke bawah, seperti dana Bantuan Langsung Tunai (BLT) dan beras miskin (Raskin). Menurutnya, jika subsidi BBM tidak dikurangi, utang negara akan membengkak sekitar 2,13 persen. Sedangkan, menurut Undang-Undang Keuangan Negara, batas maksimal APBN dan APBD adalah 3 persen dari PDB, dengan rincian 2,5 persen pemerintah pusat dan 0,5 persen pemerintah daerah.
Mohammad Ikhsan, ekonom Universitas Indonesia (UI), mengatakan orang yang tadinya miskin harus ditingkatkan menjadi lebih baik. Hal ini penting karena pencabutan subsidi BBM akan menaikkan pengeluaran orang yang tidak mampu. Ia mengharapkan adanya kenaikan derajat sosial dalam pengalihan subsidi BBM. Yang tadinya tidak bekerja menjadi bekerja. Untuk itu, dia menekankan agar pengalihan subsidi BBM dapat dialihkan ke pengembangan sektor pendidikan dan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur diharapkan dapat mendukung pembangunan industri manufaktur. Pembangunan ini dapat menghasilkan lapangan pekerjaan dan menyerap tenaga terdidik. Sementara Lukito Dinarsyah Tuwo, Wakil Menteri Bappenas, mengatakan pencabutan subsidi BBM menjadi hal yang penting. Namun yang paling penting adalah menentukan skema yang akan dilakukan bagaimana daya beli masyarakat tidak serta merta tergerus akibat kenaikan harga BBM.
Selain itu, pemerintah berjanji akan mengalihkan dana subsidi bahan bakar minyak (BBM) senilai 23,8 triliun untuk pembangunan waduk dan irigasi. Pembangunan ini rencananya dimulai pada Februari 2015, guna mewujudkan kemandirian pangan. Presiden Joko Widodo juga mengatakan, anggaran untuk pembangunan waduk berkisar Rp 8,2 triliun, yang akan dikerjakan oleh Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PU-Pera). Sedangkan sisanya Rp 15,6 triliun untuk irigasi tersier yang akan dikerjakan oleh Kementerian Pertanian. Dana pengalihan subsidi BBM ini dikonsentrasikan untuk mewujudkan kemandirian pangan, khususnya sistem irigasi. Pemerintahan Joko Widodo dalam janji kampanyenya berkomitmen membangun 25-30 bendungan baru dalam lima tahun, diantaranya di Aceh, Banten, Sulawesi Utara, Jawa Tengah dan Nusa Tenggara Barat.
Berangkat dari pandangan tersebut menunjukkan bahwa rencana pencabutan subsidi BBM, yang akan dialihkan untuk pembangunan sektor-sektor produktif, seperti irigasi, infrastruktur jalan, kesehatan, pendidikan, pangan, serta peningkatan kesejahteraan petani dan nelayan, jauh lebih produktif menunjang kepentingan rakyat miskin. Penerapan subsidi BBM selama ini hanyalah bentuk pencurian hak-hak rakyat miskin secara terselubung.
Di beberapa negara lain, harus diakui tetap menerapkan kebijjakan subsidi, namun yang perlu dicermati adalah bagaimana negera-negara tersebut menggunakan subsidinya secara tepat sasaran. Misalnya bagaimana subsidi tersebut diberikan kepada petani dan nelayan memperluas produksi serta memperluas akses pasar internasional. Demikian pula, penggunaan subsidi dalam rangka memberikan pelayanan dasar terhadap masyarakatnya.
Karena itu, subsidi yang tepat sasaran akan membawa efek ekternalitas. Subsidi sektor pendidikan dan kesehatan diyakini akan mampu meningkatkan kualitas SDM, mendorong meningkatnya daya saing dan produktivitas, serta menjamin pertumbuhan ekonomi berkelanjutan.
Jika demikian, langkah pencabutan dan pengalihan subsidi BBM oleh pemerintahan Jokowi-JK adalah langkah yang tepat untuk menyelematkan sekaligus membela hak-hak orang miskin. Pencabutan dana subsidi BBM juga akan semakin meningkatkan alokasi anggaran dalam pembiayaan berbagai program peningkatan kesejahteraan rakyat. Konsekuensi dari kebijakan tersebut adalah penaikan harga BBM tidak dapat dielakkan. Jika kebijakan tersebut adalah bentuk pembelaan terhadap hak-hak rakyat miskin, lalu mengapa kita harus menolaknya. Bukankah, kita adalah bagian dari kelompok yang selama ini turut memperjuangkan kepentingan masyarakat miskin?  Adalah sebuah kewajiban kita bagi pejuang-pejuang hak-hak rakyat miskin (proletar) untuk mendukung kebijakan pemerintah tersebut guna mewujudkan terciptanya keadilan sosial dan pemerataan pembagunan bagi seluruh rakyat Indonesia.
Wallahua’lam bisshawab.

Rabu, 05 November 2014








RIBUAN ELANG (RAPTOR) MIGRAN SERBU PULAU LOMBOK

Oleh Andi Admiral, Deddy Darmawan dan Ismawan Hariadi

Dalam dua minggu terakhir di Bulan Oktober 2014, Pulau Lombok mulai “diserang” dengan kedatangan ratusan sampai dengan ribuan ekor burung elang (Raptor) / Burung Pemangsa yang terbang dari (migrasi) Asia Timur. Fenomena ini akan terus terjadi hingga akhir November 2014. Berdasarkan data Raptor Indonesia (salah satu lembaga yang aktif melakukan pengamatan terhadap perjalanan burung Raptor Migran), bahwa Burung pemangsa atau raptor, lebih umum dikenal dengan sebutan “Elang” memanfaatkan alam Indonesia yang beriklim tropis dan hangat untuk mencari makan dan bertahan hidup sampai mereka siap untuk berbiak (kawin) dan kembali ke tempat asalnya. Pada saat – saat migrasi burung – burung elang tersebut terbang membentuk sebuah kelompok yang sangat besar mulai dari ratusan hingga ribuan ekor dan sungguh merupakan fenomena alam yang menjadi pemandangan luar biasa.

Atas dasar tersebut, Lombok Wildlife Photography (LWP) sebagai salah satu komunitas yang bergerak dalam bidang Fotografi Kehidupan Liar terus berupaya melakukan pengamatan dan mendokumentasikan kehadiran ribuan raptor yang masuk ke wilayah Pulau Lombok.

LWP sebagai komunitas dengan beberapa member aktif dan solid dengan aturan grup yang telah disepakati bersama hingga kini masih memanfaatkan jejaring social facebook dalam berkomunikasi antar member, juga selain melalui telepon selular serta lewat tag (tanda) dalam fitur facebook tersebut, juga kami para member berbagi informasi tentang temuan foto satwa menarik kepada semua orang di luar grup baik di jejaring facebook, website fotografi, website pendidikan seperti Wikipedia dll. LWP SANGAT berkonsentrasi pada fotografi SELURUH satwa liar HANYA SAJA pada beberapa bulan ini trend foto burung sedang diminati para member, tetapi tidak menutup mata pada objek-objek satwa menarik lainnya seperti foto serangga (macro), mamalia dan ular (reptile) yang sangat rajin juga didokumentasikan para member. LWP sangat terbuka, membuka diri dan sangat MENGHARGAI terutama kepada semua fotografer di Lombok pada khususnya dan diluar Lombok pada umumnya yang ingin bergabung, “IKUT HUNTING BERSAMA DAN AKTIF BERKARYA”. Untuk diketahui, LWP bukan sebagai komunitas eksklusif dalam berbagi informasi eksplorasi, pengamatan, dan mendokumentasikan kekayaan Flora dan Fauna yang ada di wilayah Pulau Lombok khususnya dan NTB pada umumnya tentunya.

Pengamatan dan pendokumentasian khususnya bagi fenomena kehadiran burung Raptor yang terjadi 2 (dua) kali dalam setahun yaitu sekitar bulan Maret s/d Mei dan bulan September s/d Nopember di wilayah Pulau Lombok, hingga saat ini masih sangat kurang, bahkan catatan atau data (dokumen) tentang jalur masuk dan habitat yang sering disinggahi di wilayah Pulau Lombok (bahkan NTB secara umum) masih sangat sedikit (minim). Selain itu, fenomena kehadiran Raptor Migran ini belum banyak disaksikan ataupun diketahui oleh masyarakat luas di NTB. Padahal, fenomena Raptor migran ini hanya terjadi 2 kali dalam setahun. Dengan jumlah populasinya yang relatif besar, yakni mencapai puluhan ribu ekor, sangat menarik untuk dicermati dan dapat menjadi objek wisata di wilayah Pulau Lombok, jika dikelola dengan baik dan professional.

Karena itu, LWP berharap seluruh elemen masyarakat NTB, terutama bagi akademisi, peneliti, pencinta lingkungan maupun satwa liar, fotografer, dan seluruh komponen masyarakat dapat mengetahui fenomena dan siklus kehidupan Raptor Migran. Mereka bermigrasi untuk menghindari cuaca dingin di belahan timur dan utara bumi. Pulau Lombok dari NTB ini mendapat kehormatan menjadi daratan dan jalur lintasan sekaligus persinggahan sementara bagi para Raptor tersebut dan jika fenomena ini dapat dikelola dengan baik dapat menjadi potensi ekowisata tetap di Pulau Lombok.

Berdasarkan hasil pengamatan sementara yang dilakukan LWP sejak 18 s.d 23 Oktober 2014, pukul 08.00 s.d 17.00 Wita, terpantau jumlah raptor migran yang melintas dan masuk wilayah Pulau Lombok, tercatat sekitar 200 hingga 300 ekor perhari. Pengamatan ini dilakukan di sepanjang pesisir utara Pulau Lombok, yakni Pantai Nipah, Kecinan, Mentigi, dan Teluk Nara Kec Pemenang Kab Lombok Utara. Selain itu, anggota LWP juga telah menemukan Raptor jenis Sikep Madu Asia yang melintas di atas Bendungan Batujai Kab Lombok Tengah, namun masih dalam jumlah sangat sedikit. Sementara jumlah populasi ini diperkirakan masih akan meningkat mencapai ribuan ekor perhari, terutama pada awal hingga pertengahan November 2014.

Untuk sementara jalur lintasan pintu masuknya burung Raptor migran di Pulau Lombok tersebut disimpulkan melalui jalur Pantai Utara Lombok (melintas diatas Gili Trawangan), kemudian tersebar melalui jalur Selatan dan sebagian ke arah timur lereng Gunung Rinjani, kemudian menuju Nusa Tenggara Timur dan Australia. Raptor Migran ini melintas benua dengan jarak puluhan ribu kilometer untuk mencari makan atau untuk mendapatkan cuaca yang hangat untuk melanjutkan siklus perkembangbiakan mereka. Terbang menyebrangi lautan yang sangat jauh tersebut tentu membutuhkan energy yang sangat besar, demi menghemat tenaga Raptor migran ini memanfaatkan energi matahari. Caranya, di pagi hari mereka sudah bersiap-siap di ujung dahan pohon yang tinggi. Ketika hari makin siang, udara makin panas, maka akan muncul gejala thermal (udara yang bergerak ke atas karena panas).
Raptor inipun terbang berputar ke atas (soaring), setinggi mungkin mengikuti thermal. Selanjutnya kawanan burung inipun akan meluncur/melayang sejauh mungkin. Ketika sudah rendah, mereka akan terbang ke atas kembali melakukan soaring dan seterusnya. Malam hari pun mereka beristirahat menunggu matahari esok pagi. Burung-burung ini akan tetap berkunjung ke Pulau Lombok, sejauh alamnya masih terjaga asri. Bila alam sudah berubah, mungkin mereka akan berpindah ke tempat ‘wisata’ lain, karena itu menjadi tanggung jawab bersama untuk terus melestarikan alam (hutan).

Dari 8 jenis sepesies Raptor migran yang terdata pernah masuk dan melintas di wilayah Pulau Lombok dalam setiap tahun musim migrasi (Oktober-November), saat ini baru teridentifikasi 3 jenis, yakni Elang - Sikep Madu Asia atau Oriental Honey – buzzard (Pernis ptilorhynchus), Elang-Alap Cina atau Chines Sparrowhawk (Accipiter soloensis), dan Elang Alap Nipon/Jepang atau Japanes Sparrowhawk (Accipiter gularis). Hanya saja jumlah jenis populasi yang terdata pernah masuk Pulau Lombok belum memiliki data perbandingan, karena kurangnya data.

Di beberapa daerah di Indonesia, bahkan dunia, banyaknya jumlah populasi burung-burung migran, banyak sekali mendapat perhatian dari para pemerhati raptor. Bahkan, mereka mendirikan komunitas-komunitas pecinta burung untuk bisa melakukan pemantauan bersama terhadap populasi yang melakukan migrasi. Untuk tahun 2014, beberapa kegiatan dilakukan dalam bentuk festival, seperti di Puncak Paralayang Bogor Jawa Barat, Puncak Gunung Batu Lembang Jawa Barat, maupun di Gunung Sega Bali Denpasar. Sementara di Thailand, para peneliti Raptor berkumpul di Radar Hill, Chumpon dan di Malaysia, para peneliti juga berkumpul di Tanjung Tuan guna memastikan terjaminnya kelangsungan hidup satwa dilindungi yang juga menjadi gambaran tetap terjaganya kelestarian alam itu. Disana juga ada kelompok studi, terdiri dari berbagai peneliti dari berbagai negara seperti Jepang, Korea, Thailand. Biasanya, mereka juga berkomunikasi dengan kita di Rupat untuk memastikan rute tempuh raptor tersebut.

Sayangnya di Pulau Lombok belum ada lokasi paten untuk pengamatan pintu masuk raptor. Karena itu, hasil pengamatan yang dilakukan LWP, terdapat beberapa titik lokasi yang dapat dijadikan pengamatan pintu masuk Raptor, sekaligus menjadi objek wisata tahunan bagi para pengamat Raptor Migran di dunia, yakni Gunung Pejanggi, Gunung Baturuku dan Gunung Malimbu yang semuanya terletak di wilayah Utara Pulau Lombok. Lokasi yang paling strategis dapat dikembangkan adalah bukit diatas Kantor LIPI NTB yang terletak di Teluk Nare Kec Pemenang Kab Lombok Utara.

Sejumlah kawasan tersebut juga dapat menjadi kawasan konservasi Raptor di NTB, khususnya Pulau Lombok. Tentunya untuk mewujudkan hal tersebut, diperlukan kerjasama yang baik dari pemangku kawasan, baik dari pihak pemerintahan, praktisi dan peneliti, masyarakat bahkan stakeholder yang berada di kawasan tersebut. Dalam hal ini, LWP akan berupaya menggagas Festival Pengamatan Raptor Migran pada bulan Oktober-November 2015 (siklus tahunan) dengan mengundang dan mengajak para pengamat burung, fotographer, Filmaker, Lembaga Konservasi, LSM, bahkan secara individu untuk bersama-sama membuat video dokumentasi ini. Kegiatan ini bertujuan selain untuk mengetahui sebaran raptor dari sisi jenis dan habitat, juga dapat menjadi sensus Raptor yang ada di Pulau Lombok yang bernilai ekowisata dalam rangka mendukung program Pemerintah Provinsi NTB untuk mewujudkan Visit Lombok-Sumbawa 2015. Wallahua’lam bissawab, semoga bisa terwujud.


LAMPIRAN FOTO DAN KETERANGAN :

1.  Elang Sikap Madu Asia || Oriental Honey – buzzard || Pernis ptilorhyncus (Temmicnk, 1821).
Sub – species : Terdapat beberapa anak jenis (sub species) untuk Sikep Madu Asia. P.p.orientalis berbiak di Asia Timur ras migrant musim dingin, P.p.torquatus Sumatera, Jawa & Kalimantan, memiliki jambul panjang 11 – 13 Cm, P.p.ptilorhyncus ras jawa dengan jambul panjang dengan warna coklat cerah hingga gelap dan P.p.ruficolis tersebar di Asia Selatan yang juga bermigrasi ke Asia Tenggara.
Karakteristik : Berukuran sedang 53 – 65 cm memiliki warna bulu yang sangat bervariasi mulai dari Gelap (dark morp), Coklat (Brown morph), Terang (Light Morph) dan yang memiliki corak garis melintang di perut. Semua bentuk mempunyai warna tenggorokan berbercak pucat kontras, dibatasi oleh garis tebal hitam, sering dengan garis mesial. Ciri lainya adalah ketika terbang leher panjang dan kepala relatif kecil menyempit. Paruh abu – abu, kaki kuning, bulu berbentuk sisik pada jarak dekat.
Jantan: Memiliki warna pipi abu – abu pucat dengan warna iris mata gelap. Garis ekor berpola teratur tiga garis kontras, Hitam, Putih , hitam tebal. Betina : Memiliki warna pipi terang tanpa warna abu – abu dengan warna iris mata Kuning. Pola ekor yang tidak teratur dengan warna hitam, terang, hitam, terang, hitam terlihat seperti garis 4 – 6 garis ekor. 
Juvenile : Warna “cere” kuning kontras dengan warna paruh yang keabu – abuan, wing wondows cenderung terang dan warna ekor tidak berpola.
Habitat : Hutan hujan daratan dengan curah hujan sedang sampai tinggi. Sering mengunjungi hutan pegunungan. Lebih menyukai kawasan dengan hutan hujan alami dengan jumlah populasi lebah alami yang tinggi.
Berbiak : Musim kawin umumnya bulan Juni hingga Agustus. Sarang berukuran lebar sekitar 80 cm atau lebih dengan kedalaman 25 cm atau lebih dan di India lebih kecil dengan lebar 40 – 50 cm dan kedalaman 20 cm. Terdiri dari ranting kering dan jarang dedaunan hijau. Jumlah telur rata – rata 2 butir dengan masa pengeraman 28 – 35 hari.
Makanan : Makanan utamanya adalah larva lebah, sarang lebah, kepompong, lalat kerbau menjadi makanan yang disukainya. Kadang memakan reptilia seperti ular.
Kebiasaan dan Status Migrasi : Menyerang dan merusak sarang lebah untuk mendapatkan larva dan madu sebagai makanan utamanya. Sewaktu terbang terlihat kepakan yang khas. Flap – flap – flap Glide. Merupakan pengunjung musim dingan yang umum dan teratur di Indonesia antara bulan Oktober – November (Autumn Migration) dan Maret – Mei (Spring Migration ).
Status Keterancaman dan Perlindungan : Hilangnya hutan dataran rendah di Indonesia yang menjadi wintering area. Perburuan illegal dan perdagangan serta pemeliharaan kalangan hobbies menjadi ancaman serius bagi konservasi raptor di Indonesia. Kegiatan pemantauan rutin merupakan kegiatan positif untuk kampanye konservasi raptor di lokasi yang menjadi perlintasan, persinggahan bahkan tinggal raptor migrant. Dilindungi Undang – Undang No. 5 Tahun 1990 dan PP 7 & 8 tahun 1999. Least Consern (IUCN 2011), Appendix II CITES.
Sumber keterangan (http://raptorindonesia.org/sikep-madu-asia/)

Sub Spesis Orientalis : Sepasang Jantan (posisi atas) dan Betina (posisi bawah) / Fotografer : Andi Admiral

Sub Spesis Orientalis Female (betina) / Fotografer : Andi Admiral

Sub Spesis Orientalis Male (Jantan) / Fotografer : Deddy Darmawan

Sub Spesis Orientalis Male (Jantan) / Fotografer : Deddy Darmawan

Sub Spesis Orientalis Male (Jantan) / Fotografer : Andi Admiral

Sub Spesis Orientalis Male (Jantan) / Fotografer : Andi Admiral

2.     Elang-alap Cina || Chines Sparrowhawk (Accipiter soloensis Horsfield, 1821).

Berukuran kecil. Panjang tubuh 27-35 cm, Rentang Sayap 52-62 cmdan berat tubuh untuk individu jantan 140 gram dan Betina 204 gram.
Dewasa: ” Tubuh bagian atas berwarna abu-abu gelap”. Tubuh bagian bawah umumnya putih”. Tenggorokan dan sisi perut berwarna merah muda hingga coklat kekuning kuningan” dan ”Bulu prmer yang kehitaman” merupakan ciri yang membedakannya dari jenis lain. Individu jantan dan betina umumnya sama, bagian dada punggungnya lebih kecoklatan dan lebih pudar, bagian dada dan sisi perut berwarna merah karat tipis hingga coklat kekuningan dengan gars lengkung ke bawah dan melintang. Mata coklat tua hingga merah tua. Remaja: Tubuh bagian bawah semuanya berwarna krem-putih, dengan garis-garis membujur dan coretan pada ekor bagian bawah. Mata berwarna kehijauan.
Penyebaran Di Dunia : Berbiak di Pulau Ussuri Selatan dan Korea, Cina Tengah, Cina Selatan dan Taiwan. Pada musim dingin mengunjungi Cina Tenggara dan Hainan, melewati Indocina Selatan, Filipina dan Indonesia dan terus ke Papua New Guinea barat dan biasanya hingga Micronesia Barat. Di Indonesia: Andaman, Nicobars, Sumatra, Jawa, Nusa Tenggara (paling tidak Bali dan Flores), Maluku (Bag. Utara P. Bacaan dan Halmahera), Sula, Sulawesi, Buton, Sangir dan Talaud (Sulawesi Utara).
Di Indonesia : Simeulue, Nias, Kepulauan Banyak, Sumatra, Kepulauan Tambelan, Kalimantan, Jawa, Bali, Lombok, Sumbawa, Flores, Sulawesi, Buton, Sula, Sangihe dan Kepulauan Talaud, Ternate, Halmahera, Morotai, Bacan, Waigeo dan Gag.
Habitat : Kebiasaannya mendiami hutan-hutan terbuka, daerah pepohonan dan perkebunan, bahkan semak dan kebun-kebun, lalu di dekat rawa-rawa, dan persawahan, terutama di dataran rendah dan kaki-kaki bukit. Umumnya hidup di ketinggian 1000 m, tetapi dapat juga ditemukan pada ketinggian 1500 m.
Berbiak : Tidak ada catatan di Indonesia Kebanyakan sebagai burung pengembara (migran), pindah ke selatan pada akhir Agustus – Nopember dan kembali bulan Maret hingga pertengahan Mei.
Makanan : Mengunjungi daerah terbuka seperti savana untuk berburu serangga besar, kadal, burung kecil, mamalia kecil, ikan kecil dan bahkan udang sungai dan katak.
Status Migrasi : Melakukan migrasi pada musim dingin selama bulan Agustus sampai Nopember dan Kembali bulan Maret hingga Mei. Di Indonesia diketahui masuk melalui Sumatera, Borneo, Sulawesi kemudian ada beberapa jalur lagi sampai ke Wintering Area. Di jawa, lokasi pengamatan migrasi di jawa barat adalah Puncak, Bogor, Gunung Tangkuban Perahu, Papandayan, Cibodas, Halimun Salak. Kemudian ke timur melewati Merapi, Semarang, Bromo ke Bali, Lombok sampai Flores. Kemungkinan di flores mereka menetap selama di utara sedang musim dingin hingga kembali musim semi(Spring Migration).
Status Perlindungan Dilindungi Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, PP 7 dan 8 tahun 1999.
Sumber keterangan (http://raptorindonesia.org/elang-alap-cina/)

Elang Alap Cina  Dewasa Jantan / Fotografer Andi Admiral

Elang Alap Cina  dewasa Betina / Fotografer Deddy Darmawan

2 ekor Elang Alap Cina  Dewasa Jantan : Fotografer : Andi Admiral

3.  Elang Alap Nipon/Japan || Japanes Sparrowhawk (Accipiter gularis (Temminck and Schlegel, 1844).
Karakteristik : Berukuran kecil dengan panjang tubuh 23-30 cm, Rentang sayap 46-58 cm, berat tubuh untuk individu Jantan 92-142 gram dan Betina 111-193 gram. Sangat mirip dengan Elang-alap Besra dan Elang-lap Jambul, tetapi terlihat lebih kecil dan gesit. Jantan dewasa : tubuh bagian atas abu-abu, ekor abu-abu dengan beberapa garis melintang gelap, dada dan perut merah karat pucak dengan strip hitam sangat tipis di tengah dagu, setrip kumis tidak jelas.
Betina : tubuh bagian atas coklat (bukan abu-abu), bagian bawah tanpa warna karat, bergaris-garis coklat melintang rapat. Remaja : Dada lebih banyak coretan daripada garis-garis melintang dan lebih merah karat. Iris kuning sampai merah, paruh biru abu-abu dengan ujung hitam, sera dan khaki kuning-hijau.
Penyebaran Di Dunia   : Berbiak di Paleartik, Asia timur, pada musim dingin menyebat ke selatan sampai Sunda Besar. Sementara Di Indonesia : Simeulue, Kepulauan Banyak, Nias, Sumatra, Riau dan Kepulauan Lingga, Bangka, Belitung, Kalimantan, Kepulauan Laut Kecil, Jawa, Bali, Sumbawa, Flores, Timor, Tanahjampea, Sulawesi, Sangihe dan Kepulauan Talaud.
Habitat : Berburu di pinggiran hutan, di atas hutan sekunder, dan daerah terbuka. Berburu dari tenggeran di pohon, tetapi kadang-kadang terbang berputarputar mengamati di bawahnya denga cara terbang ”kepak-kepak-luncur” yang khas.
Berbiak : Musim kawin di Jepang terutama bulan Juni – Agustus.
Sarang: Sarang kecil sederhana, terdiri dari ranting dan kulit kayu, disulami dedaunan hijau, hingga ketinggian 10 m di atas tanah. Tidak ada data ukuran sarang.
Makanan : Mengunjungi daerah terbuka seperti savana untuk berburu serangga besar, kadal, burung kecil, mamalia kecil, ikan kecil dan bahkan udang sungai dan katak.
Status Migrasi : Melakukan migrasi pada musim dingin selama bulan Agustus sampai Nopember dan Kembali bulan Maret hingga Mei. Di Indonesia diketahui masuk melalui Sumatera, Borneo, Sulawesi kemudian ada beberapa jalur lagi sampai ke Wintering Area. Di jawa, lokasi pengamatan migrasi di jawa barat adalah Puncak, Bogor, Gunung Tangkuban Perahu, Papandayan, Cibodas, Halimun Salak. Kemudian ke timur melewati Merapi, Semarang, Bromo ke Bali, Lombok sampai Flores. Kemungkinan di flores mereka menetap selama di utara sedang musim dingin hingga kembali musim semi(Spring Migration).
Kebiasaan : Pengunjung pada musim dingin September-November dalam jumlah besar. Mengunjungi daerah terbuka seperti savana untuk beberburu burung kecil dan serangga.
Status Perlindungan : Dilindungi Undang-Undang No. 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Hayati dan Ekosistemnya, PP 7 dan 8 tahun 1999.
Sumber Keterangan (http://raptorindonesia.org/elang-alap-jepang/)

Elang Alap Nipon Betina Dewasa / Fotografer : Andi Admiral

 
Elang Alap Betina Dewasa / Fotograger Ismawan Hariadi










URGENSI TOLERANSI DI TENGAH MEREBAKNYA ANCAMAN ISU SARA

Pada 16 November, masyarakat dunia memperingatinya sebagai hari toleransi internasional . M ereka berbondong-bondong menyuarakan toler...