Kamis, 07 Juli 2011

MENGUNGKAP PESAN “JIHAD” VS “JAHAT”
DALAM KASUS PEMBUNUHAN ANGGOTA POLSEK BOLO KAB. BIMA
Oleh Andi Admiral (Pemerhati Masalah Sosial)

Tragedi penganiayaan yang terjadi pada 30 Juni 2011, sekitar pukul 04.00 Wita terhadap anggota Mapolsek Bolo, Kec. Bolo, Kab. Bima, Brigadir Rokhmat Syaefuddin (Kelahiran Tahun 1981, RT 03/RW 02 Desa Gading Kec. Jatirejo, Mojokerto Jawa Timur) yang mengakibatkan meninggal dunia saat sedang piket jaga (menjalankan tugas) yang dilakukan oleh M. Syahban Umar (Mantan Siswa Ponpes Umar Bin Khattab Dusun Sonco Desa Sanolo Kec. Bolo Kab. Bima; lahir di Desa Rato Sila, Kec. Bolo, Kab. Bima pada 27 November 1991), mungkin sebagian kalangan menganggap bahwa tregedi tersebut hanyalah tindakan kriminal murni. Namun, jika kita mencermati lebih jauh motif dan modus operandi dari kasus tersebut, mungkin kita akan lebih jauh menangkap sebuah pesan terselubung dari kasus tersebut. Misalnya, motivasi awal seorang pelaku yang mendatangi Mapolsek Bolo pada pukul 03.30 Wita dengan alasan akan melaporkan suatu kejadian. Hal ini cukup aneh, karena suatu peristiwa/kejadian yang dilaporkan pada waktu dini hari di luar kebiasaan. Mungkinkah ini sebuah pola atau strategi baru yang terselubung untuk menyampaikan sebuah pesan tertentu. Kasus ini cukup menarik kita cermati untuk menarik benang merah (mengungkap) bila dikaitkan dengan pesan-pesan radikalisme keagamaan yang menghalalkan pola serangan teror sebagai metode “jihad”. Ataukah tindakan pelaku tersebut yang memandang tindakan “JAHAT” juga sebagai metode “JIHAD” ?

Jika mencermati pengakuan awal tersangka sebagaimana yang diberitakan melalui media massa (Lombok Post dan Suara NTB pada edisi 1-2 Juli 2011), bahwa tersangka mengakui “dicuci otaknya” untuk membunuh polisi dan aparat keamanan lainnya sebagai bentuk jalan menuju “syahid”. Tersangka juga mengakui bahwa pembunuhan tersebut akibat merasa jengkel dan tidak menerima tindakan anggota Polri yang selalu melakukan pengintaian terhadap Ustadz–Ustadz yang ada di Ponpes Umar Bin Khattab dan pembunuhan itu juga dilakukan terhadap orang–orang kafir, termasuk Polisi. Sementara itu, hasil penggeledahan yang dilakukan oleh aparat Polres Bima di rumah tersangka pembunuhan di Dusun Sigi Desa Rato Sila pada 30 Juni 2011, ditemukan beberapa buku tentang jihad, diantaranya Media Islam An-Najah Penegakan Kalimat Allah Edisi No. 08/VI/Mei/2011 dan Perang Akhir Zaman bersama Ustaz Abu Bakar Baasyir (ABB). Selain itu, juga ditemukan paku, dua buah CD yang berisi rekaman perjuangan di Afganistan, 20 buah busur panah, busi motor, dan kaleng yang berisi baut yang diduga akan dirangkai menjadi bom rakitan.

Dari keterangan awal tersebut, pertanyaan yang muncul, apakah pelaku pembunuhan tersebut keliru dalam menafsirkan pesan-pesan agama ataukah si pelaku adalah bagian dari korban ideologisasi (doktrinasi) makna “jihad” yang dehumanis (JAHAT)?. Pertanyaan ini penting diklarifikasi dan diungkap oleha aparat kepolisian agar tidak mencederai perasaan umat Muslim atau kelompok tertentu di Indonesia yang mendasarkan tindakannya (teror) atas nama mengaplikasikan pesan-pesan agama. Sekali lagi, hal ini sangat menarik dikaji dalam konteks kekinian di tengah maraknya aksi-aksi terorisme dari kelompok-kelompok yang mengatasnamakan agama tertentu.

Jihad Humanis Vs Dehumanis

Jika tindakan pembunuhan tersebut didasarkan atas menjalankan perintah Tuhan (dalam konteks Jihad), maka tentu agama mana pun tidak ada yang membenarkannya, karena tindakan tersebut dehumanis dan bertentangan dengan nilai-nilai rahmatan lil alamin dalam konsep universalitas Islam. Pembunuhan dalam konteks “jihad dehumanis” telah mencoreng komunitas Islam di mata dunia, karena Islam terkesan berwajah garang, ganas, sadis dan tidak toleran. Meskipun tidak bisa dipungkiri bahwa ideologi (doktrin) perjuangan ini digunakan oleh kelompok Islam tertentu (minoritas) untuk melakukan perlawanan terhadap kezhaliman atau kelompok/individu yang dipandang kafir karena tidak menjalankan Hukum-Hukum Tuhan (Syari’at Islam) di permukaan bumi ini.

Dalam konteks historis Islam, dakwah sebagai salah satu metode jihad yang pernah dicontohkan oleh Nabi Muhammad SAW dalam mengajak umat manusia untuk menuju “Jalan Tuhan” atau jalan keselamatan harus dilakukan dengan hikmah dan memberi pelajaran yang baik. Tuhan pun menganjurkan agar Nabi Saw membantah kelompok-kelompok yang tidak mau mengikuti Jalan-Nya dengan cara-cara yang baik pula (QS. Al-Nahl/16 : 125). Esensi dari pesan profetik tersebut, bahwa Tuhan lebih mengetahui tentang siapa yang lebih tersesat dari Jalan-Nya dan Tuhan pula lah yang maha mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk, bukan sekolompok manusia yang berhak menjustifikasinya sebagai kafir atau sesat. Hal ini melukiskan bahwa Nabi Saw dalam berdakwah (mengajak kaum kafir qurays/jahiliyah) dengan cara-cara yang elegan, humanis, dan bertutur dengan sopan santun, tanpa harus membunuh atau melalui teror ataupun melakukan tindakan-tindakan kekerasan. Dalam Islam, menghilangkan satu Nyawa merupakan bentuk dosa besar. Islam juga sangat menghargai eksistensi jiwa manusia, bahkan Islam menempatkannya sebagai salah satu prioritas yang harus dijaga, selain menjaga agama. Setiap nyawa diberi hak oleh Tuhan untuk hidup di bumi ini, sehingga Tuhan pun melarang pertumpahan darah tanpa alasan yang Haq (Al-Isra’ : 33).

Oleh karena itu, tragedi pembunuhan yang dilakukan oleh seorang Pemuda berusia 17 tahun terhadap anggota Polsek Bolo tersebut atau serententan kasus-kasus teror lainnya yang menimbulkan kerugian meteril maupun korban jiwa sebagai metode “jihad dan syahid” adalah pemahaman yang keliru dan sebuah kejahatan kemanusiaan.

Adalah kewajiban kita semua (penganut agama manapun) untuk mencegah atau menjauhkan doktrin-doktrin “Jihad Dehumanis” di kalangan generasi muda kita, karena sasaran doktrinasi tersebut tampaknya cenderung melibatkan pemuda yang memiliki semangat juang yang tinggi. Tanggung jawab kita bersama untuk membentengi generasi muda kita dari pemahaman-pemahaman keagamaan yang menggunakan ideologi “jihad dehumanis” sebagai jalan keselamatan.



Diperlukan Kewaspadaan

Meskipun kasus pembunuhan tersebut masih dalam tahap penyelidikan, namun dari pengakuan awal tersangka dan barang bukti hasil penggeledahan di rumah tersangka menunjukkan bahwa pemahaman ke-Islaman yang dimiliki oleh tersangka memiliki keterkaitan dengan ideologi-ideologi kelompok Islam yang menghalalkan Jihad dengan cara teror, terutama dengan menghalalkan pembunuhan terhadap kelompok-kelompok yang dinilai kafir dan tidak menjalankan Syariat Islam dalam menegakkan peraturan perundang-undangan, bahkan diyakini bahwa pembunuhan tersebut sebagai bentuk jihad dan mati Syahid. Jika kasus pembunuhan tersebut benar terkait dengan kelompok tersebut, maka tidak menutup kemungkinan tindakan tersebut sebagai bentuk balas dendam terhadap aparat kepolisian yang selama ini konsisten dan terus berjuang melawan aksi-aksi teror di Indonesia. Atau kemungkinan pola dan strategi serangan tersebut juga tidak menutup kemungkinan merupakan perubahan pola dan strategi serangan yang dilakukan oleh kelompok-kelompok jaringan teroris agar tidak mudah terendus oleh aparat keamanan dengan menjadikan institusi kepolisian atau instansi penegak hukum sebagai target serangan. Kita semua tidak mau menjadi sasaran selanjutnya.

Karena itu, kasus pebunuhan tersebut perlu diwaspadai dan diantisipasi oleh seluruh elemen masyarakat sebagai bentuk tanggung jawab bersama untuk membangun pemahaman keagamaan yang lebih humanis, elegan dan toleran, serta mencegah kekeliruan pemahaman tersebut agar tidak berkembang di wilayah NTB, dan Indonesia pada umumnya.

Wallahua’lam bissawab.
Mataram, 5 Juli 2011.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Diskurus Perjuangan....

URGENSI TOLERANSI DI TENGAH MEREBAKNYA ANCAMAN ISU SARA

Pada 16 November, masyarakat dunia memperingatinya sebagai hari toleransi internasional . M ereka berbondong-bondong menyuarakan toler...